Sebagian memang keritis terhadap Trump, sementara yang lain terlibat dalam investigasi campur tangan Rusia dalam pemilu AS 2020.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mencabut izin keamanan (security clearance) dari 37 orang yang ditudingnya memolitisasi atau mempersenjatai intelijen untuk tujuan partisan.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke X pada Selasa, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard menyatakan bahwa kelompok tersebut telah “menyalahgunakan kepercayaan publik”, dengan menuduh mereka “mempolitisasi dan memanipulasi intelijen, membocorkan intelijen rahasia tanpa otorisasi, dan/atau melakukan pelanggaran berat yang disengaja terhadap standar profesi”.
Pernyataan itu tidak menjelaskan dengan cara apa saja ke-37 orang tersebut melanggar ketentuan izin keamanan nasional atau memberikan bukti bahwa mereka telah melakukannya.
Pencabutan izin keamanan jarang terjadi, dan nama-nama yang dicabut umumnya tidak diumumkan ke publik.
Daftarnya mencakup mantan pejabat tinggi hingga staf yang tak banyak dikenal. Salah satu nama paling terkenal adalah Shelby Pierson, seorang pejabat keamanan pemilu yang, pada Februari 2020, memberikan pengarahan kepada para anggota legislatif tentang gangguan Rusia dalam pemilu AS, dan memicu kemarahan Trump karena menyatakan bahwa Moskow memihaknya dalam pemilu 2020. Setidaknya satu orang yang termasuk dalam daftar tersebut tercantum dalam basis data Canary Mission, sebuah situs web pro-Israel yang samar-samar yang diakui pemerintah digunakan untuk menyasar pendukung pro-Palestina.
Mark Zaid, seorang pengacara yang mewakili perwira intelijen, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pencabutan tersebut dapat dianggap sebagai “keputusan tidak sah dan inkonstitusional yang menyimpang dari undang-undang dan kebijakan mapan berusia puluhan tahun yang dirancang untuk melindungi dari tindakan semacam ini”.
“Sangat tidak profesional, namun begitu umum, bahwa pemerintahan mengambil tindakan yang menargetkan individu secara balas dendam yang berdampak pada karier dan hidup mereka, namun tidak memberi tahu mereka terlebih dahulu sebelum membocorkan memo itu ke media yang bersahabat.”
Sejak menjabat, Trump telah menepati janji kampanyenya untuk mengejar mereka yang ia anggap sebagai musuhnya – khususnya anggota pemerintahan sebelumnya yang dianggapnya korup.
Pada awal tahun ini, ia memecat ribuan karyawan federal, termasuk jaksa karier yang berpartisipasi dalam dua penyelidikan federal terhadap perilaku Trump: satu untuk dugaan penanganan yang tidak tepat atas dokumen rahasia, dan yang lainnya karena berusaha menggagalkan pemilu 2020.