Salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Australia mengirimkan surel mengenai pemadaman fatal ke alamat surel yang salah di Departemen Komunikasi, di mana pesan tersebut tidak terbaca selama lebih dari sehari, seperti yang diungkapkan dalam sidang parlemen.
Surel dari Optus juga meremehkan tingkat keparahan pemadaman pada 18 September tersebut, yang telah dikaitkan dengan empat kematian, termasuk seorang bayi berusia delapan minggu, karena orang-orang tidak dapat menghubungi layanan darurat.
Surel pertama dikirim pada pukul 14:45 hari itu, dan yang kedua tujuh menit kemudian untuk menyatakan bahwa masalah telah diperbaiki dan hanya 10 panggilan yang terdampak. Padahal kenyataannya, lebih dari 600 panggilan ke layanan darurat telah gagal, dalam rentang waktu lebih dari 13 jam.
Otoritas baru mengetahui tentang pemadaman tersebut pada sore hari berikutnya, lebih dari 36 jam setelah kejadian bermula, dan itupun dari regulator industri.
“Komunikasi itu… dikirim ke alamat yang salah, yang telah kami ingatkan berkali-kali kepada pelaku industri untuk tidak digunakan sebagai sumber pemberitahuan,” ujar Wakil Sekretaris Departemen Komunikasi Australia, James Chisholm, dalam sidang parlemen pada Rabu.
Alamat surel tersebut baru diubah seminggu sebelum pemadaman, namun perusahaan telekomunikasi telah diinformasikan tentang peralihan yang akan datang dua minggu sebelumnya, menurut departemen komunikasi federal.
Para senator menginterogasi Chisholm mengapa balasan otomatis tidak diatur untuk memberi tahu pengirim bahwa alamat tersebut sudah tidak berlaku, yang dijawabnya bahwa justru Optus-lah yang tidak mematuhi hukum yang mewajibkan perusahaan telekomunikasi untuk mengalihkan panggilan triple-0 ke penyedia lain selama pemadaman.
Optus menyatakan pasca insiden bahwa penyebab pemadaman adalah penyimpangan dari prosedur standar selama pemutakhiran firewall rutin.
Regulator media Australia sedang menyelidiki apakah Optus, yang sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan Singapura Singtel, telah melanggar hukum.
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong, yang sedang dalam kunjungan resmi ke Australia, menyampaikan belasungkawa atas insiden tersebut.
“Saya sepenuhnya memahami kemarahan, kefrustrasian, dan kemurkaan atas apa yang telah terjadi,” kata Wong, seraya menambahkan bahwa sangat “tragis” bahwa empat orang meninggal karenanya.
“Dari perspektif pemerintah, kami mengharapkan perusahaan-perusahaan kami untuk bertindak secara bertanggung jawab, dan kami tentu berharap Singtel dan Optus untuk mematuhi hukum dan melakukan segala daya mereka untuk bekerja sama dengan penyelidikan,” ujarnya di Canberra pada hari Rabu.
Dana investasi milik negara Singapura, Temasek Holdings, memegang 51% saham di Singtel.
Optus telah berada di bawah pengawasan ketat akibat serangkaian insiden dalam beberapa tahun terakhir, termasuk serangan siber pada 2022 yang membocorkan data jutaan pelanggan, dan pemadaman nasional pada 2023 yang membuat jutaan orang tanpa ponsel dan internet hingga 12 jam.
Mantan kepala eksekutif Optus, Kelly Bayer Rosmarin, mengundurkan diri pada 2023 di tengah kritik mengenai penanganan perusahaan terhadap pemadaman tersebut.
CEO saat ini, Stephen Rue, menghadapi desakan serupa untuk mengundurkan diri, dan beberapa anggota parlemen juga meminta agar lisensi operasi Optus dicabut.