Berlin menyebut diri sebagai ‘lokomotif’ dalam pengetatan imigrasi Eropa, mengusir 81 warga Afghanistan sebelum pertemuan.
Menteri Dalam Negeri Jerman mengundang lima rekan sejawatnya dari Eropa untuk membahas penguatan aturan suaka di kawasan, sementara negaranya mendeportasi 81 warga Afghanistan ke tanah air mereka yang dikuasai Taliban.
Sistem imigrasi Uni Eropa perlu “lebih keras dan ketat,” kata Menteri Alexander Dobrindt usai pertemuan Jumat di Jerman selatan bersama menteri dalam negeri Prancis, Polandia, Austria, Ceko, dan Denmark, serta Komisioner Migrasi EU Magnus Brunner.
Kelompok ini menerbitkan komunike lima halaman tentang tujuan mereka, termasuk pembentukan “pusat pengembalian” untuk menahan orang di luar EU, memungkinkan prosedur suaka di negara ketiga, serta menjadikan deportasi ke Afghanistan dan Suriah sebagai praktik standar.
Semua langkah memerlukan persetujuan dari Brussel.
“Saat kami menganalisis apa yang disepakati di sini, itu ambisi muluk, tapi tidak banyak rincian tentang cara mencapainya dalam lima halaman ini,” kata koresponden Al Jazeera Dominic Kane dari Berlin.
Menurutnya, para menteri membahas “hal-hal yang mereka sepakati, tapi sadar tak bisa menerapkannya sebagai keputusan sepihak.”
Usai pertemuan, Dobrindt menyatakan, “Kami ingin memberikan sinyal bahwa Jerman tak lagi menjadi penonton dalam isu migrasi Eropa, melainkan lokomotifnya.”
Deportasi warga Afghanistan
Beberapa jam sebelum pertemuan, Jerman menunjukkan keseriusannya mengetatkan migrasi dengan mengirim 81 warga Afghanistan kembali, memicu kecaman organisasi HAM.
Amnesty International mengkritik deportasi ini, menyebut situasi di Afghanistan “bencana” dengan “eksekusi di luar pengadilan, penghilangan paksa, dan penyiksaan yang umum terjadi.”
Ekonomi terbesar Eropa ini sempat menghentikan deportasi ke Afghanistan dan menutup kedubes di Kabul setelah Taliban kembali berkuasa tahun 2021.
Tapi Berlin melanjutkan pengusiran tahun lalu saat pemerintahan sebelumnya pimpinan Olaf Scholz mendeportasi 28 warga Afghanistan yang dihukum.
Kanselir kini Friedrich Merz membela pengusiran 81 pria Afghanistan itu, menyatakan “bersyukur” bisa menepati janji sejak menjabat Mei lalu.
“Tak satu pun dari mereka punya status tinggal lagi. Semua aplikasi suaka telah ditolak secara hukum tanpa upaya banding,” katanya dalam konferensi pers.
Menteri Dalam Negeri Bavaria Joachim Herrmann menyebut 15 dari yang dideportasi pernah dipenjara karena kejahatan termasuk pembunuhan, pelanggaran seksual, dan properti.
Sementara negara bagian Baden-Wuerttemberg melaporkan 13 warga Afghanistan yang dideportasi pernah dihukum karena pembunuhan, penganiayaan, narkoba, dan pembakaran.
Merespons hal ini, PBB menegaskan tak seorang pun boleh dikembalikan ke Afghanistan, apapun statusnya.
Komisioner HAM PBB menyerukan “penghentian segera pemulangan paksa semua pengungsi dan pencari suaka Afghanistan,” menekankan risiko yang dihadapi para repatriasi.