Dua remaja Palestina tewas ditembak pasukan Israel di kota al-Khader, selatan Bethlehem di Tepi Barat yang diduduki, menurut laporan kantor berita Wafa. Insiden mematikan ini terjadi bersamaan dengan perang genosida Israel terhadap Gaza.
Jenazah Ahmad Ali Asaad Ashira al-Salah (15) dan Muhammad Khaled Alian Issa (17) yang tewas saat fajar, ditahan oleh tentara Israel. Laporan itu juga menyebut dua anak lain terluka dalam penembakan tersebut.
Kejadian ini terjadi saat pasukan Israel menahan setidaknya 25 warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan di Tepi Barat. Penangkapan mencakup 10 orang di Beit Ummar (utara Hebron), dua di Idhna (barat Hebron), tiga di Dura al-Qari (utara Ramallah), satu di kota Ramallah, lima di desa al-Mazraa ash-Sharqiya (timur Ramallah), dan empat di Nablus.
‘Membuat Hidup Palestina Mustahil’
Sejak perang Gaza dimulai, kekerasan Israel di Tepi Barat meningkat drastis. Hampir setiap hari ada laporan penangkapan massal, pembunuhan, dan serangan pemukim Israel—sering didukung tentara. Pemukim bebas merusak, menyerang warga sipil Palestina, membakar properti dan kebun zaitun mereka.
Menurut UN OCHA, setidaknya 948 warga Palestina tewas di Tepi Barat oleh tentara Israel sejak 7 Oktober 2023, termasuk 204 anak-anak. Sementara itu, dari awal 2024 hingga Juni 2025, lebih dari 2.200 serangan pemukim Israel dilaporkan, mengakibatkan lebih dari 5.200 korban luka. Dalam periode sama, hampir 36.000 warga Palestina mengungsi akibat operasi militer, kekerasan pemukim, atau pembongkaran rumah oleh pemerintah Israel.
Menurut Amjad Abu El Ezz, dosen hubungan internasional di Arab American University, kekerasan pemukim Israel adalah strategi pemerintah untuk mencegah berdirinya negara Palestina. Pembunuhan serta penghancuran rumah dan kendaraan oleh pemukim—dikoordinasi tentara Israel—bertujuan memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
Israel melemahkan Otoritas Palestina, “membuat hidup warga Palestina mustahil”, sambil “membangun fakta di lapangan” untuk menghalangi pembentukan negara Palestina, tambahnya. “Lebih dari 700.000 pemukim Israel bersenjata, bertindak seperti pasukan paralel,” kata Abu El Ezz.
Pada Rabu, parlemen Israel menyetujui langkah simbolis untuk mencaplok Tepi Barat. Anggota Knesset memilih 71-13 mendukung mosi yang menyebut “penerapan kedaulatan Israel di Yudea, Samaria, dan Lembah Yordania”—istilah Israel untuk wilayah tersebut. Meski tak mengikat, mosi ini bisa memicu debat soal aneksasi di masa depan.
Gerakan Mujahidin Palestina menyebut voting ini sebagai “eskalasi berbahaya”. Dalam pernyataan di Telegram, kelompok itu mengatakan langkah ini “mengabaikan komunitas internasional” dan bagian dari rencana kriminal Israel terhadap tanah dan rakyat Palestina.
Tepi Barat, bersama Gaza dan Yerusalem Timur, diduduki Israel sejak 1967. Sejak itu, pemukiman Israel meluas secara masif—bertentangan dengan hukum internasional dan dalam beberapa kasus, hukum Israel sendiri.