Kasus deportasi keliru Abrego Garcia ke El Salvador telah menjadi titik pusat perlawanan terhadap kebijakan keras Presiden AS, Trump.
Diterbitkan Pada 11 Des 202511 Desember 2025
Klik untuk membagikan di media sosial
share2
Seorang hakim di Amerika Serikat telah memerintahkan pembebasan Kilmar Abrego Garcia dari penahanan imigrasi.
Putusan pada Kamis dari Hakim Distrik AS Paula Xinis merupakan perkembangan terbaru dalam kasus Abrego Garcia, yang dideportasi secara tidak sah oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump ke El Salvador pada bulan Maret.
Rekomendasi Cerita Lainnya
daftar 3 item
akhir daftar
Warga Maryland itu kemudian dikembalikan ke AS, tetapi pemerintahan Trump terus berupaya mendeportasinya ke negara lain.
“Sejak kembalinya Abrego Garcia dari penahanan yang keliru di El Salvador, ia telah ditahan kembali, lagi-lagi tanpa kewenangan hukum,” tulis Xinis dalam putusannya. “Oleh karena itu, Pengadilan akan MENGABULKAN Permohonan Abrego Garcia untuk pembebasan segera dari tahanan ICE [Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai].”
Abrego Garcia memasuki AS remaja tanpa dokumen dan telah bertahun-tahun menetap di Maryland bersama istri dan anak-anaknya.
Seorang hakim imigrasi pada 2019 memutuskan Abrego Garcia tidak dapat dideportasi ke El Salvador karena ia menghadapi bahaya dari geng yang menyasar keluarganya.
Pelanggaran terhadap perintah itu oleh pemerintahan Trump menjadi momentum perekat bagi para pengkritik kampanye deportasi massal presiden.
Otoritas sejak itu berupaya mendeportasi Abrego Garcia ke sejumlah negara di Afrika.
Warga Maryland itu telah mengajukan gugatan di pengadilan federal dengan klaim bahwa pemerintahan Trump secara ilegal menggunakan proses deportasi untuk menghukumnya akibat sorotan yang timbul dari deportasinya yang keliru.
Sejak kepulangannya, otoritas federal juga telah mengajukan tuduhan terhadap Abrego Garcia terkait dugaan penyelundupan manusia yang berhubungan dengan penghentian lalu lintas pada 2022.
Ia menyatakan tidak bersalah dan mengajukan permohonan untuk menolak tuduhan tersebut, dengan klaim bahwa penuntutan tersebut bersifat balas dendam.