Bethany Bell
BBC News di Graz
Tonton: Austria Terkejut Setelah Penembakan Sekolah di ‘Tempat yang Aman dan Damai’
Di Graz, terasa syok, kesedihan, dan ketidakpercayaan setelah penembakan terburuk dalam sejarah modern Austria menewaskan 11 orang, termasuk pelakunya.
"Kami tak pernah membayangkan ini bisa terjadi di sini, di tempat kami. Ini hari yang menyedihkan bagi seluruh kota," kata Reka, yang tinggal dekat sekolah tersebut.
Selama bertahun-tahun, Austria terhindar dari tragedi penembakan massal di sekolah. Namun, semua berubah sekitar pukul 10:00 pada Selasa ketika seorang mantan murid mengamuk di sebuah sekolah menengah di Dreierschützengasse, dekat stasiun utama di kota terbesar kedua Austria.
Kelas pagi sedang berlangsung saat serangan terjadi. Beberapa siswa seharusnya sedang mengikuti ujian akhir mereka. Polisi butuh 17 menit untuk mengendalikan situasi.
Ketika semuanya usai, enam korban perempuan dan tiga laki-laki telah meninggal. Beberapa jam kemudian, korban ketujuh, seorang wanita dewasa, meninggal di rumah sakit. Beberapa lainnya masih dirawat dengan luka kritis.
Pelakunya, warga negara Austria berusia 21 tahun dengan dua senjata api, mengakhiri hidupnya di sekolah. Mantan murid yang tidak lulus ujian akhir ini dilaporkan menganggap dirinya korban perundungan.
Reka, yang tinggal di dekat sekolah, mengatakan tak ada warga Graz yang bisa membayangkan serangan seperti ini. "Daerah ini tenang, aman, dan indah," ujarnya. "Orang-orangnya baik, sekolahnya bagus."
Presiden Austria Alexander Van der Bellen menyatakan, "Kengerian ini tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apa yang terjadi hari ini di sekolah di Graz sangat memukul hati negara kami. Ini adalah anak-anak muda yang masih memiliki seluruh hidup di depan mereka. Seorang guru yang mendampingi perjalanan mereka."
Ia menambahkan, "Tak ada yang saat ini dapat meringankan rasa sakit yang dirasakan para orang tua, kakek-nenek, saudara, dan teman-teman korban."
Kanselir Austria Christian Stocker, yang bergegas ke lokasi bersama Menteri Dalam Negeri Gerhard Karner, menyebut ini sebagai "tragedi nasional yang mengguncang seluruh negeri." Ia mengatakan tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan "kesedihan dan duka yang kami semua—seluruh Austria—rasakan."
Austria menyatakan tiga hari berkabung. Bendera di Istana Hofburg di Wina, tempat kantor Presiden van der Bellen, akan dikibarkan setengah tiang.
Austria memiliki salah satu populasi sipil paling bersenjata di Eropa, dengan sekitar 30 senjata api per 100 orang menurut Small Arms Survey, sebuah proyek penelitian independen. Namun, penembakan di sekolah di sini jarang terjadi. Beberapa insiden sebelumnya dengan korban lebih sedikit:
- 2018: Seorang remaja 19 tahun ditembak oleh pemuda lain di Mistelbach, utara Wina.
- 2012: Seorang murid di St. Pölten ditembak mati oleh ayahnya.
- 1997: Seorang remaja 15 tahun di Zöbern membunuh seorang guru dan melukai guru lain.
- 1993: Seorang anak 13 tahun di Hausleiten melukai kepala sekolah lalu bunuh diri.
Serangan senjata paling mematikan di Austria baru-baru ini terjadi di pusat Wina pada November 2020. Empat orang tewas dan 22 terluka saat seorang terpidana jihadis menembaki pusat kota sebelum akhirnya ditembak polisi.
Senapan mesin dan senjata pompa dilarang, sementara revolver, pistol, dan senjata semi-otomatis hanya boleh dimiliki dengan izin resmi. Senapan dan senjata laras panjang diperbolehkan dengan izin kepemilikan senjata, lisensi berburu, atau anggota klub tembak tradisional.
Pelaku penembakan di Graz diketahui memiliki kedua senjatanya secara legal dan tak memiliki catatan kriminal. Salah satu senjatanya bahkan dibeli sehari sebelum serangan.
Di luar sekolah, seorang pemuda mengamati polisi mengizinkan kendaraan keamanan melewati barikade. "Ini mengerikan," katanya. "Ini rumahku. Aku tak mengerti kenapa begitu banyak orang seusia ku mati. Ini tak seharusnya terjadi di sini."