Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan warga Palestina di Gaza mengalami ‘neraka dalam segala wujud’ seiring Israel menggencarkan serangan di Kota Gaza.
Hanya tinggal tulang dan kulit yang tersisa dari Mayy Abu Arar yang berusia tujuh tahun.
Gadis Palestina ini merupakan satu dari puluhan ribu anak yang menghadapi malnutrisi di Gaza, sementara kelaparan buatan manusia Israel kian parah dengan militernya yang meningkatkan serangan terhadap Kota Gaza.
Ibu Mai, Nadia Abu Arar, bercerita bahwa putrinya dahulu penuh kehidupan dan ceria, namun kini berjuang untuk hidup setelah bobot tubuhnya menyusut drastis.
“Para dokter memberi tahu saya bahwa ia tidak menderita penyakit apa pun atau kondisi masa lalu. Mereka mengatakan ini semua karena malnutrisi dan saya sama sekali tidak melihat ada perbaikan dalam kondisinya,” kata Nadia kepada Al Jazeera.
Lapar telah membuat Mai begitu lemah sehingga kini ia hanya dapat mengonsumsi makanan cair melalui semprit.
Hisham Abu Al Oun, direktur pediatri di Rumah Sakit Pasien Friends di Kota Gaza, menyatakan Israel telah mencegah pengiriman obat-obatan ke enklaf tersebut, yang menyulitkan penanganan pasien penderita malnutrisi.
“Kalium klorida adalah pengobatan termudah yang dapat diresepkan dokter mana pun. Kami bahkan tidak memilikinya. Ada bayi yang meninggal karena kita tak punya itu. Terkadang pasokan datang, namun sayangnya, sangat sedikit,” ujarnya.
Pada Jumat (23/8), pemantau kelaparan yang didukung PBB, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa lebih dari setengah juta orang mengalami kelaparan di Gaza Utara.
Setidaknya 289 orang, termasuk 115 anak-anak, telah meninggal akibat kelaparan di enklaf tersebut sejauh ini.
Israel telah memberlakukan blokade yang mencekik terhadap Gaza, hanya mengizinkan sejumlah kecil makanan melalui bantuan udara dan kelompok yang didukung Amerika Serikat GHF, memaksa warga Palestina mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencapai lokasi bantuan jauh di dalam area yang dikendalikan militer Israel.
Pada Minggu (25/8), Philippe Lazzarini, kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), menyatakan warga Palestina di Gaza mengalami “neraka dalam segala bentuk”.
“Ini akan menghantui kita. Penyangkalan adalah ekspresi dehumanisasi yang paling tidak senonoh,” kata Lazzarini dalam sebuah pernyataan.
“Sudah waktunya bagi Pemerintah Israel untuk berhenti mempromosikan narasi yang berbeda + mengizinkan organisasi kemanusiaan memberikan bantuan tanpa batasan & mengizinkan jurnalis internasional melaporkan secara independen dari Gaza.”
Dalam laporannya, IPC menyatakan perang berkelanjutan Israel telah menyebabkan setidaknya 1,9 juta orang mengungsi untuk kedua kalinya sementara pengepungan Israel mengakibatkan kelaparan buatan manusia.
Liz Allcock, advokat hak asasi manusia dari Medical Aid for Palestinians (MAP), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kelaparan memengaruhi semua orang di Gaza.
“Itu terjadi di seluruh [Jalur] Gaza dan setiap hari. Bukan hanya anak-anak, anak kecil … Tetapi juga orang tua yang tidak dapat memperoleh akses ke makanan apa pun. Juga staf layanan kesehatan, pekerja bantuan yang pingsan saat bekerja karena mereka tidak memiliki cukup asupan untuk bertahan,” katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali menyangkal bahwa orang-orang di Gaza mengalami kelaparan, menyalahkan badan-badan bantuan dan Hamas karena tidak mengirimkan pasokan ke orang-orang di wilayah tersebut.
PBB telah menyatakan bahwa meskipun jumlah bantuan siap dikirimkan di penyeberangan dekat Gaza terus bertambah, Israel tidak memberikan otorisasi yang diperlukan kepada badan-badan bantuan untuk mengirimkan dan mendistribusikan bantuan tersebut.