Mantan Presiden Brazil Jair Bolsonaro menyangkal keterlibatannya dalam dugaan rencana menggulingkan presiden saat ini, Luiz Inácio Lula da Silva.
Berbicara untuk pertama kali di pengadilan, Bolsonaro—yang memimpin negara itu dari 2019 hingga 2022—menyatakan bahwa kudeta adalah “hal yang keji” dan “tidak pernah ada kemungkinan kudeta di pemerintahan saya.”
Bersama tujuh “rekan konspirator”, pria berusia 70 tahun ini diadili atas peristiwa yang memicu penyerbuan gedung-gedung pemerintah oleh pendukungnya pada 8 Januari 2023, seminggu setelah pelantikan Lula.
Jika terbukti bersalah, mantan presiden ini bisa menghadapi hukuman puluhan tahun penjara. Ia selalu membantah tuduhan terhadapnya.
Ditanya Hakim Alexandre de Moraes tentang tuduhan merencanakan kudeta, Bolsonaro menjawab, “Tuduhan ini tidak berdasar, Yang Mulia.”
Ia menambahkan, “Saya hanya ingin tegaskan pada Yang Mulia: dari saya maupun para komandan militer, tidak pernah ada pembicaraan tentang kudeta. Kudeta itu keji.”
“Brazil tidak bisa melalui pengalaman seperti itu. Dan tidak pernah ada kemungkinan kudeta di pemerintahanku,” katanya lagi.
Bolsonaro kalah tipis dari Lula dalam pemilu 2022.
Setelah kekalahan itu, ia terus menyebarkan klaim palsu bahwa ada kecurangan dalam mesin pemungutan suara elektronik.
Jaksa menuduh Bolsonaro sudah menyiapkan narasi kecurangan pemilu sejak 2021 sebagai alasan untuk mempertanyakan kekalahannya di 2022.
Di pengadilan, Bolsonaro membela diri dengan menyatakan bukan hanya dia yang meragukan mesin pemilu dan menegaskan ia bertindak sesuai konstitusi.
“Saya sering memberontak, saya akui. Tapi, menurut saya, saya lakukan apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Bolsonaro adalah terdakwa keenam yang memberikan kesaksian sejak persidangan dimulai Mei lalu.
Kedelapan terdakwa dituduh melakukan lima pelanggaran, termasuk upaya kudeta, keterlibatan dalam organisasi kriminal bersenjata, dan upaya penghancuran hukum demokrasi.
Sebagian besar masih membantah tuduhan tersebut.
Bolsonaro, mantan kapten tentara dan pengagum Donald Trump, memerintah Brazil dari Januari 2019 hingga Desember 2022.
Ia kalah tipis dari rival kirinya, Lula, dalam putaran kedua Oktober 2022.
Bolsonaro tak pernah mengakui kekalahannya secara terbuka. Pendukungnya bahkan berkemah di depan markas militer selama berminggu-minggu untuk mendesak tentara menggagalkan pelantikan Lula pada 1 Januari 2023.
Seminggu setelah pelantikan, ribuan pendukung Bolsonaro menyerbu gedung pemerintah di Brasilia—yang menurut penyelidik federal adalah upaya kudeta.
Bolsonaro sedang berada di AS saat itu dan selalu menyangkal hubungan dengan perusuh.
Ia telah dilarang mencalonkan diri hingga 2030 karena klaim palsu soal kerentanan sistem pemilu Brazil, tetapi berniat memperjuangkan larangan itu agar bisa mencalonkan kembali di 2026.