Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump meninggalkan KTT Kelompok Tujuh di Kanada lebih awal pada Selasa, ia mengatakan kepada wartawan bahwa ia yakin Iran sudah“sangat dekat” untuk membuat senjata nuklir.
Pernyataan ini bertentangan dengan laporan intelijen AS. Pada25 Maret, Direktur Intelijen Nasional Trump, Tulsi Gabbard, dengan tegas menyatakan kepada anggota Kongres AS bahwa Iran tidak bergerak ke arah pembuatan senjata nuklir.
“Komunitas Intelijen [IC] tetap menilai bahwa Iran tidak membangun senjata nuklir dan Pemimpin Tertinggi [Ali] Khamenei tidak mengizinkan program senjata nuklir yang dihentikannya pada 2003,” ujarnya, merujuk pada gabungan badan intelijen AS yang bekerja sama menilai hal tersebut.
Pernyataan terakhir Trump juga menandai pergeseran dari sikapnya terhadap Iran bulan lalu, ketika ia mengatakan AS dan Iran hampirmenyepakati kesepakatan tentang program nuklir Iran.
Bahkan selamakonflik Iran-Israel, yang memasuki hari ketujuh pada Kamis, sikap Trump tentang kemampuan nuklir Iran dan apakah AS siap terlibat dalam konflik dengan Israel telah berubah.
Segera setelah Israel menyerang fasilitas nuklir dan situs militer Iran pada Jumat, pejabat pemerintahan Trump menyatakan AS tidak terlibat.
Namun sejak itu, Trump menunjukkan bahwa AS mungkin akan terlibat dalam konflik Israel-Iran, membuat sekutu dan lawan menebak langkah selanjutnya. Khususnya, Israel menginginkan AS menyediakan bom“bunker buster”, yang memungkinkan pasukannya menembusfasilitas nuklir Fordow, yang terletak di dalam gunung di barat laut Iran.
Pada Rabu, Trump menolak mengatakan apakah AS akan bergabung dalam konflik.
“Saya mungkin melakukannua. Saya mungkin tidak. Maksudku, tak ada yang tahu apa yang akan ku lakukan,” katanya kepada wartawan di luar Gedung Putih.
Kemudian, Trump mengatakan pejabat Iran ingin mengunjungi Washington untuk bernegosiasi. Ia menyatakan sudah “agak terlambat” untuk pembicaraan itu tapi “kami bisa melakukannya.”
Sikap plin-plan Trump terhadap Iran telah memicu kekhawatiran serius di antara pendukung setianya, yang dikenal sebagai basis MAGA (Make America Great Again). Mereka percaya keterlibatan AS dalam perang baru bertentangan dengan janji kampanye Trump untuk mendahulukan AS dan tidak ikut campur konflik negara lain.
[Al Jazeera]
Berikut perubahan sikap Trump sejak ia kembali ke Gedung Putih pada Januari:
Februari: Trump ‘kembalikan tekanan maksimum’ pada Iran
Pada 4 Februari, Gedung Putih mengumumkan bahwa Trump telah menandatangani memorandum keamanan nasional untuk mengembalikan“tekanan maksimum” terhadap Teheran guna “mencegah Iran mendapatkan senjata nuklir dan melawan pengaruh buruk Iran di luar negeri”.
Trump menegaskan enggan menggunakan ancaman kekuatan – lebih memilih solusi diplomatik melalui perundingan.
Meski memorandum tidak rinci tentang arti “tekanan maksimum” dan mengisyaratkan langkah keras, Trump juga mengaku “terbelah” dan “tidak senang” menandatanganinya, seraya berharap “tidak perlu digunakan secara besar-besaran.”
15 Mei: Trump sebut AS dan Iran hampir sepakat soal nuklir
Selamatur ke Teluk bulan lalu, sikap diplomatik Trump tampak bertahan. Ia mengatakan AS telah melakukan “negosiasi sangat serius dengan Iran untuk perdamaian jangka panjang”. Ia menambahkan Washington dan Teheran “agak” sepakat dengan syarat kesepakatan nuklir.
“Kami hampir mencapai kesepakatan… Ada dua cara: langkah yang sangat baik, dan langkah kekerasan, tapi saya tidak ingin melakukan yang kedua,” ujarnya.
17 Mei: Trump peringatkan Iran soal serangan Houthi
Hanya dua hari setelah menyatakan hampir sepakat dengan Iran, Trump menyerang lewat media sosial: “Jangan tertipu! Ratusan serangan oleh Houthi, gerombolan kejam di Yaman yang dibenci rakyatnya, semuanya berasal dari, dan diciptakan oleh, IRAN,” tulisnya.
Ketegangan meningkat selama berbulan-bulan saatHouthi yang didukung Iran melancarkan serangan terhadap kapal terkait Israel di Laut Merah danlangsung ke Israel atas perang Israel di Gaza.
17 Juni: Trump tuntut Iran menyerah, sebut Khamenei ‘target mudah’
Pada Selasa, retorika anti-Iran Trump berubah lagi. Ia mengepos di Truth Social: “MENYERAH TANPA SYARAT!”
Dalam pos lain, ia menulis tentang Khamenei: “Kami tahu persembunyian ‘Pemimpin Tertinggi’ itu. Dia target mudah, tapi aman di sana – Kami belum akan menyerang (membunuh!) setidaknya untuk saat ini. Tapi kami tidak ingin misil menghantam warga atau tentara AS. Kesabaran kami menipis. Terima kasih perhatiannya!”
Trump mengatakan kepada wartawan ia ingin penyelesaian nyata soal apakah Iran mengembangkan senjata nuklir, yang dibantah Teheran, bukan sekadar gencatan senjata antara Israel dan Iran.
Gedung Putih merilis pernyataan bahwa Trump “tidak pernah goyah dalam sikapnya bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir”. Pernyataan itu mencantumkan berbagai kesempatan sejak 2011 hingga Selasa di mana Trump menyatakan hal serupa.
18 Juni: ‘Saya mungkin lakukan. Saya mungkin tidak’
Pada Rabu, Trump mengatakan kepada wartawan yang menanyakan kemungkinan keterlibatan AS dalam konflik Iran-Israel: “Saya mungkin melakukannya.”
**”Mungkin aku nggak bakal ngelakuin itu. Maksud gue, siapa yang tau apa yang bakal gue lakukan.”**
### **Bagaimana tanggapan Iran?**
Iran bersikeras bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan damai dan sipil, merujuk pada fatwa agama yang dikeluarkan oleh [Khamenei](https://www.aljazeera.com/news/2024/4/21/supreme-leader-khamenei-says-iran-demonstrated-its-power-against-israel) di awal 2000-an yang melarang produksi senjata dengan alasan haram dalam Islam.
Pada Rabu, Khamenei menolak seruan Trump untuk menyerah dalam pesan televisi pertamanya sejak Israel menyerang Iran. **”Intervensi militer AS pasti akan menimbulkan kerusakan yang tak terperbaiki,”** kata Khamenei.
Iran telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 60% di fasilitas nuklirnya—hampir mendekati 90% yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.
Namun, seperti laporan intelijen AS, badan pengawas nuklir PBB juga menyatakan tidak menemukan bukti produksi senjata nuklir Iran. **”Kami tidak punya bukti upaya sistematis untuk mengarah ke senjata nuklir,”** kata Rafael Grossi, Direktur Jenderal IAEA.
### **Apa sikap Trump terhadap Iran dan senjata nuklir di masa jabatan pertamanya?**
Ketegangan antara Iran dan Trump umumnya [tinggi](https://www.aljazeera.com/news/2020/6/29/iran-and-us-president-donald-trump-a-timeline-of-key-events) selama masa jabatan pertama presiden AS:
**2018-2019: Ketegangan setelah AS keluar dari kesepakatan nuklir**
Tahun 2018, Trump mengumumkan keluarnya AS dari **Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)** 2015, kesepakatan nuklir antara Iran dan kelompok negara yang dipimpin AS, termasuk Uni Eropa, Cina, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris.
Kesepakatan ini melarang pengayaan uranium di Fordow dan hanya mengizinkan pengembangan teknologi nuklir untuk energi sipil, sebagai imbalan pencabutan sanksi. Iran setuju tak melakukan pengayaan uranium atau riset terkait di Fordow selama 15 tahun, serta mengubah fasilitas tersebut menjadi pusat teknologi nuklir dan fisika.
Namun, ketegangan terus meningkat.
Desember 2019, serangan roket di pangkalan militer Irak menewaskan kontraktor AS dan melukai personel AS serta Irak. AS menyalahkan kelompok bersenjata Irak yang didukung Iran, Kataib Hezbollah.
AS membalas dengan menyerang markas Kataib Hezbollah di Irak dan Suriah.
**2020: Pembunuhan Soleimani dan dampaknya**
Pada 3 Januari 2020, AS membunuh Qassem Soleimani, komandan Quds Force Iran, lewat serangan drone di Baghdad. Gedung Putih menyatakan ini dilakukan untuk mencegah rencana serangan Iran, dengan menuduh Soleimani merencanakan serangan terhadap diplomat dan tentara AS di Irak dan kawasan.
9 Januari 2020, Trump mengklaim Soleimani dibunuh karena **”mau meledakkan kedubes AS”** di Baghdad.
AS juga mengancam akan menghajar target Iran jika AS atau asetnya diserang. AS memiliki [19 pangkalan militer](https://www.aljazeera.com/news/2025/6/12/mapping-us-troops-and-military-bases-in-the-middle-east) di Timur Tengah dengan 40.000-50.000 tentara.
Maret 2020, tiga tentara koalisi pimpinan AS [tewas](https://www.aljazeera.com/news/2020/03/officials-2-american-troops-briton-killed-iraq-rocket-attack-200311195043426.html) dalam serangan roket di pangkalan Taji dekat Baghdad. AS memberlakukan sanksi baru terhadap Iran.
29 Juni 2020, Tehran mengeluarkan [surat penangkapan](https://www.aljazeera.com/news/2020/6/29/all-you-need-to-know-about-irans-arrest-warrant-for-trump) untuk Trump dan beberapa ajudannya terkait pembunuhan Soleimani.