Minimal 30 orang tewas di Beijing dan lebih dari 80.000 dievakuasi ke tempat aman, menurut otoritas Tiongkok, akibat hujan deras dan banjir yang melanda jalanan serta perumahan di China utara.
Delapan orang lainnya meninggal setelah longsor terjadi pada Senin di kota Chengde, sekitar tiga jam di timur laut Beijing.
Tiongkok sedang menghadapi musim panas dengan cuaca ekstrem. Gelombang panas rekor melanda wilayah timur awal bulan ini, sementara banjir menerjang wilayah barat daya.
Di tengah banjir besar di China utara, Presiden Xi Jinping menyerukan upaya penyelamatan "maksimal" dan meminta otoritas bersiap menghadapi "skenario terburuk dan ekstrem".
"Tidak boleh ada upaya yang terlewat untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang atau terjebak, memindahkan serta menempatkan kembali warga di daerah terdampak, dan meminimalisir korban semaksimal mungkin," kata presiden pada Senin.
Otoritas Tiongkok mengalokasikan 200 juta yuan (Rp 420 miliar) untuk pemulihan, termasuk perbaikan transportasi dan infrastruktur lain.
Pinggiran Beijing, seperti distrik Miyun dan Huairou, terdampak paling parah oleh hujan lebat.
Banjir merusak puluhan jalan dan mengganggu pasokan listrik di lebih dari 130 desa. Video memperlihatkan tim penyelamat berjalan dalam air setinggi dada untuk menjangkau warga yang terisolir, serta helikopter dan drone mengirim makanan dan bantuan ke zona bencana.
Nn. Yang, yang bekerja di Hebei, mengatakan kepada BBC Mandarin ia sangat khawatir dengan keluarganya di Miyun—salah satu daerah terparah.
Sejak Minggu, ia tak bisa menghubungi orang tua dan kakeknya yang memiliki masalah kesehatan dan mobilitas terbatas. Keluarganya juga merawat hewan peliharaannya: 8 kucing dan 3 anjing.
Desanya kecil dan terpencil, hanya sekitar 10 rumah tangga. Ia khawatir tim penyelamat mungkin melewatkannya. Putus asa, ia memohon bantuan di media sosial, berharap mereka segera ditemukan.
Warga di daerah terdampak mengisahkan betapa cepat bencana terjadi.
"Banjir datang tiba-tiba, sangat deras dan cepat," kata Zhuang Zhelin, pemilik toko di Taishitun, dekat Beijing, kepada AP. "Dalam sekejap, air membanjiri semuanya."
Tetangga Zhuang bercerita saat banjir datang, ia "langsung lari ke lantai atas dan menunggu penyelamatan".
"Aku ingat berpikir, kalau tak ada yang datang, kami benar-benar dalam masalah," ujarnya.
Banjir bukan hal asing di Beijing, terutama di periode ini. Salah satu yang terparah terjadi Juli 2012, saat hujan 190mm dalam sehari menewaskan 79 orang.
Musim panas ini, banjir telah menyebabkan kerusakan di berbagai wilayah Tiongkok.
Dua orang tewas dan 10 hilang di Shandong awal bulan ini saat Topan Wipha melanda. Dua minggu sebelumnya, longsor menewaskan 3 orang di Ya’an, barat daya Tiongkok.
Cuaca ekstrem, yang para ahli kaitkan dengan perubahan iklim, semakin mengancam penduduk dan ekonomi Tiongkok—terutama sektor pertanian bernilai triliunan dolar.
Bencana alam di paruh pertama tahun telah menelan 54,11 miliar yuan (Rp 113 triliun), menurut kementerian darurat. Lebih dari 90% kerugian disebabkan oleh banjir.