Laporan terbaru World Economic Forum menyebutkan bahwa AI akan menghilangkan 92 juta pekerjaan pada tahun 2030. Tapi laporan yang sama juga memprediksi lahirnya 170 juta lapangan kerja baru, sehingga ada keuntungan bersih 78 juta pekerjaan. Sebagai pemimpin yang sudah berpengalaman puluhan tahun, kami sering lihat berita tentang panik kehilangan pekerjaan, tapi cerita sebenarnya selalu beda.
Iya, akan ada gangguan dan pergantian pekerjaan — itu tidak bisa dihindari. Kita sudah melalui ledakan teknologi tahun 90-an, kelahiran internet, komputasi awan, dan gelombang otomatisasi selama 35 tahun terakhir. Apakah semua ini menyebabkan pengangguran besar? Coba lihat: tahun 1991, tingkat pengangguran global 5,1%. Setelah tiga dekade revolusi teknologi, angka pengangguran global tahun 2024 adalah 4,89%. Jika kamu percaya semua berita buruk, seharusnya separuh dunia sudah menganggur sekarang.
Faktanya? Teknologi selalu menciptakan lebih banyak dari yang dihancurkannya.
Meningkatnya Penggunaan AI di Berbagai Sektor
Laporan WEF yang sama menunjukkan bahwa adopsi AI tumbuh cepat, walaupun tidak merata, di berbagai sektor. Pasar tenaga kerja didorong ke arah ini oleh empat kekuatan besar:
- Otomatisasi AI: Hampir 60% perusahaan (dan hampir 85% perusahaan besar) menerapkan otomatisasi dalam 12 bulan terakhir.
- Tekanan ekonomi: Perusahaan butuh efisiensi untuk tetap bersaing, dan AI adalah cara tercepat untuk mencapainya.
- Transisi hijau: Perubahan iklim dan permintaan energi membuat perusahaan beralih ke teknologi hijau untuk menghemat biaya.
- Demografi: Perubahan populasi meningkatkan kebutuhan akan peran di industri perawatan. Populasi yang menua butuh bantuan manusia yang tidak bisa digantikan mesin.
Keempat kekuatan ini sudah mempengaruhi perekrutan, anggaran, dan strategi perusahaan.
Di Mana Pekerjaan Baru Bermunculan
Selain sektor perawatan yang tadi disebutkan, akan ada ledakan pekerjaan bersejarah di bidang IT dan teknik. Berbeda dengan ledakan teknologi sebelumnya, kali ini bukan tentang spekulasi tapi reinvensi struktural. Pengeluaran untuk AI diproyeksikan meningkat hingga $632 miliar pada tahun 2028, menandakan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Pengembangan produk berbasis AI akan semakin ke depan. Peran seperti manajer produk AI, desainer UX AI, dan insinyur prompt sudah mulai bermunculan, didukung platform seperti Microsoft Copilot dan Google Duet AI. Peran-peran ini mewakili era perangkat lunak cerdas yang akan datang.
Infrastruktur di era baru ini juga sama transformatifnya. AI-driven Cloud dan DevOps (disebut AIOps) akan mengubah cara perusahaan mengelola skala. Kategori baru seperti insinyur MLOps, arsitek AI Cloud, dan analis prediksi insiden semakin dibutuhkan. Orang-orang di posisi ini harus bisa merancang sistem yang bisa mengantisipasi kegagalan dan mengoptimalkan diri sendiri.
Dengan pertumbuhan ini, risiko juga meningkat. Keamanan siber dan kepercayaan pada AI akan menjadi sangat penting. Perusahaan akan membutuhkan analis siber AI dan petugas risiko AI untuk melindungi jaringan dan algoritma. Pemimpin yang paling sukses adalah mereka yang membangun kepercayaan ke dalam produk mereka.
Seiring pertumbuhan infrastruktur AI, insinyur data dan desainer pengetahuan akan menjadi sangat sentral. Di hampir setiap industri (keuangan, kesehatan, hukum, HR), spesialisasi AI akan menciptakan peran hibrida di mana kamu tidak hanya perlu menguasai fungsi pekerjaan, tapi juga menjadi ahli dalam memanfaatkan AI untuk meningkatkan tugasmu.
Adaptasi sangat diperlukan. Insinyur perangkat lunak harus berkembang menjadi pengembang berbantuan AI, dan profesional DevOps menjadi spesialis AIOps. Mereka yang bergerak paling cepat akan mendefinisikan aturan ekonomi AI itu sendiri.
Manusia Harus Memimpin
Operasi Kecerdasan Hibrida membutuhkan eksekutif yang bisa menciptakan sinergi antara kreativitas manusia dan eksekksi mesin. AI tidak bisa menggantikan kepemimpinan, penilaian, pengambilan keputusan etis, atau visi. AI adalah alat, mungkin yang paling kuat yang pernah dibuat, tapi tidak berguna tanpa pengawasan dan kepemimpinan manusia yang tepat.
Dalam ranah Etika dan Tata Kelola AI, para pemimpin perlu bertindak sebagai direktur tanggung jawab sosial. Mereka harus memutuskan apa yang constitutes penyebaran AI yang etis dan memiliki keberanian untuk berhenti ketika optimasi laba melintasi batas menjadi biaya manusia. Keputusan ini tidak bisa dibuat oleh algoritma.
Integrasi Lintas Fungsional menjadi sangat penting. Pemimpin harus mampu berbicara dan bernegosiasi antara tim teknis, keuangan, regulasi, dan manusia untuk menciptakan solusi.
AI bisa memprediksi tren, tapi hanya pemimpin yang bisa melukis gambaran masa depan yang inspiratif untuk membuat tim menerima perubahan. Membuat visi strategis dan menjualnya secara emosional kepada tim melalui storytelling adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa dilakukan AI sebaik manusia. Mesin bisa menjalankan, tapi mereka tidak akan pernah memimpin; manusia harus menggabungkan skala AI dengan kepemimpinan manusia.
Bagaimana Memenangkan Masa Depan
Era di mana pemimpin mendelegasikan tugas dan mengelola alur kerja sudah tidak ada lagi di bisnis yang sukses, karena AI bisa menangani sebagian besar tugas operasional. Pemimpin harus berkembang atau berisiko menjadi seperti peran yang pernah mereka kelola.
Mulailah mendesain ulang organisasi Anda sekarang juga seputar keterampilan manusia dan hapus hierarki tradisional secara bertahap. Cari tau apa yang membuat orang-orangmu unik sebagai manusia. Fokuslah untuk mengembangkan atribut-atribut itu hingga potensi maksimumnya.
Kemudian, ajari dan tunjukkan kepada tim bahwa AI adalah pengganda manusia, bukan pengganti manusia. Buktikan bahwa teknologi adalah keunggulan kompetitif yang membantu mereka menjadi versi diri mereka yang paling kuat di tempat kerja. Tim Anda perlu memahami bukan hanya cara kerja AI, tetapi juga bagaimana AI membantu mereka sekaligus membantu perusahaan. Semakin mereka paham, semakin sedikit rasa takut mereka, dan semakin mereka mendukung.
Para pemimpin pemenang di dekade ini adalah mereka yang mengenali dan menunjukkan kepada tim mereka bahwa AI bukanlah ancaman bagi pekerjaan manusia, melainkan penaik kemampuan manusia. Pemimpin dan perusahaan yang mencapai ini akan mengingat tahun 2025-2030 bukan karena pekerjaan yang hilang, tetapi sebagai perintis era kemitraan manusia-AI yang membentuk ulang seluruh industri.