Untuk lulusan Gen Z tahun ini, wisuda bukan cuma dapat ijazah—tapi juga rasa was-was tentang masa depan.
AI benar-benar mengacaukan jalur karir setelah kuliah. CEO Anthropic Dario Amodei memprediksi setengah pekerjaan entry-level kantoran bisa hilang—dan data pemerintah tunjukkan lapangan kerja buat lulusan baru memang turun.
Masalah ini sangat serius sampai orang-orang paling inspiratif bingung. Seperti kata pendiri LinkedIn Reid Hoffman baru-baru ini, “nasihat paling motivasi pun terasa seperti plester di luka tembak.”
Tapi meski AI disebut akan “membantai” pekerja kantoran, masih ada harapan. Anak muda punya satu kelebihan dibanding senior: mereka lebih paham teknologi. Lagipula, satu dari tiga mahasiswa sudah pakai ChatGPT.
“Jangan pikirkan cara agar karirmu kebal AI,” kata Hoffman di op-ed untuk The San Francisco Standard. “Tapi optimalkan dengan AI. Manfaatkan. AI adalah alat yang bisa kamu kuasai.”
Sukses di masa depan AI butuh lebih dari sekedar belajar rekayasa perintah atau koding vibes. Perlu pahami bagaimana teknologi mengubah alur kerja dan model bisnis: “Semakin kamu tahu apa yang dicari perusahaan dan alasannya, semakin mudah menang di dunia baru ini,” tulis Hoffman.
Fortune menghubungi Hoffman untuk komentar.
Bagaimana menang di dunia AI
Dengan AI semakin canggih, penting sekali mengetahui skill apa yang paling dibutuhkan.
Ada empat skill yang paling berharga dan tak bisa diganti AI, kata Hoffman:
– Kecerdasan emosional
– Pertimbangan etik
– Ekspresi kreatif
– Tujuan
“Orang yang bisa menetapkan tujuan akan jadi pemenang di dunia AI,” katanya. Tapi mereka juga harus manfaatkan AI.
“Meski cari kerja pertama makin susah,” tambahnya, “tapi bikin peluang pertama lebih mudah dari sebelumnya. Karena semua orang punya akses ke alat yang sama, persaingan akan ketat. Tapi memang selalu begitu untuk pekerjaan terbaik.”
Hoffman anjurkan Gen Z untuk berwirausaha dan pakai AI sebagai alat bikin peluang sendiri.
“Coba banyak hal,” katanya. “Daripada rencana 5 tahun, buat percobaan 6 bulan. Sekarang kamu bisa lakukan hal yang dulu butuh tim: bikin konten, uji kampanye marketing, tulis kode, atau desain produk.”
Pentingnya jaringan di dunia AI
Meski AI bisa jadi teman baru, Hoffman ingatkan untuk jangan lupa kekuatan jaringan offline. Dia sebut persahabatan di bisnis adalah “kekuatan super manusia.”
“Persahabatan adalah teknologi manusia tertua. Sebelum ada perusahaan atau pasar modal, bahkan sebelum tulisan, kita sudah punya aliansi berdasarkan kepercayaan,” tulis Hoffman di X.
Sebagai pendiri LinkedIn, wajar jika Hoffman bilang hubungan manusia itu penting. Apalagi di era di mana efisiensi berlimpah tapi empati berkurang.
“Jaringan kepercayaan manusia tidak bisa diperbanyak seperti AI, itu artinya jaringanmu lebih berharga dari sebelumnya.”