Bagaimana seharusnya dewan perusahaan menanggapi CEO yang menghina dan mempermalukan presiden secara terbuka?
Pertanyaan ini jarang muncul, karena sedikit CEO yang berani mengkritik Gedung Putih langsung. Biasanya, kritik mereka disampaikan secara rahasia atau lewat surat terbuka bersama. Tapi minggu ini, Elon Musk mengubah segalanya dengan memicu konflik publik berkepanjangan dengan Donald Trump.
Mereka berselisih soal anggaran Trump (disebut “tagihan indah besar”) pada Kamis, yang cepat menjadi pribadi. Musk tanya pengikutnya apakah saatnya bikin partai politik baru, bilang tarif Trump picu resesi, bahkan klaim nama Trump ada di dokumen pemerintah soal Jeffrey Epstein, pelaku kejahatan seks. “Itu alasan sebenarnya dokumen ini tidak dirilis,” tulis Musk.
Konflik ini merugikan Musk dan bisnisnya, termasuk Tesla. Saham Tesla turun 14% Kamis, rugikan pemegang saham $150 miliar. Analis peringatkan, konflik dengan Trump bisa rugikan Tesla miliaran, apalagi jika Trump cabut insentif pajak mobil listrik. Regulasi mobil otonom Tesla juga bisa makin ketat, padahal teknologi ini jadi masa depan Tesla dan alasan kinerja sahamnya spektakuler. Analis Dan Ives bilang Jumat pagi: “Ini harus tenang.”
Di perusahaan biasa, dewan mungkin pecat CEO karena hal begini. Tapi apakah dewan Tesla akan pecat Musk demi lindungi pemegang saham?
“Seharusnya iya,” kata Charles Elson, pakar tata kelola perusahaan. “Tapi tidak akan.”
Dewan yang diam
Konflik Trump-Musk cuma yang terbaru dari serangkaian pertanyaan soal peran dewan Tesla.
“Lama-kelamaan, tingkah Musk makin keterlaluan,” kata Elson. “Dewan diam saja. Siapa mereka? Kenapa ada di sana?”
Dewan dikritik karena terlalu dekat dengan Musk dan abaikan banyak masalah. Misalnya, setujui paket gaji $56 miliar Musk tahun 2018, dan diam lihat tingkah kontroversialnya yang bikin pelanggan menjauh. Isu narkoba terbaru juga tidak mengancam posisinya.
Ada beberapa alasan. Musk pegang 22% hak suara, jadi sulit memaksanya keluar. Pecat Musk juga bisa jatuhkan saham, karena namanya sangat terkait Tesla.
Banyak anggota dewan punya hubungan dekat dengan Musk, termasuk saudaranya Kimbal dan temannya Joe Gebbia (pendiri Airbnb). Tidak ada CEO industri mobil atau energi hijau di dewan.
Gaji dewan juga sangat besar. Tahun ini, pengadilan Delaware perintahkan mereka kembalikan $900 miliar karena gaji berlebihan. Ketua dewan Robyn Denholm dapat $600 juta, jauh lebih tinggi dari perusahaan lain. “Gaji besar bikin mereka tidak independen,” kata Elson.
“Sulit membuat orang paham sesuatu jika gajinya tergantung pada ketidakpahamannya,” ujar pakar tata kelola Nell Minow, mengutip Upton Sinclair. “Itulah dewan ini.”
Awal tahun ini, ada tanda dewan Tesla makin ambil kendali. Bulan lalu, Wall Street Journal laporkan dewan cari pengganti Musk dan sudah tembak firma pencari. Mereka juga ketemu Trump sebelum dia umumkan akan kurang sering di Gedung Putih. Tekanan ke Tesla karena fokus Musk ke politik dan saham turun mungkin jadi pemicu.
Tapi dewan bantah laporan itu, kata Denholm itu “sama sekali tidak benar.”
Apakah ada yang bisa berubah?
Konflik terakhir Musk ini beda dari biasanya.
Tapi pakar setuju harap aksi dari dewan Tesla sia-sia. “Sudah banyak momen ‘sekarang dewan harus bertindak’, tapi selalu gagal,” kata Minow. “Saya sudah tidak percaya lagi.”
Secara teknis, pemegang saham bisa usahakan ganti dewan lewat voting, harap dewan baru pecat Musk. Atau mereka bisa tuntut dewan karena tidak bertindak saat Musk membahayakan merek dan fokus ke politik. Tapi pemegang saham perlu pegang minimal 3% saham, kata Ann Lipton dari Tulane University, dan hukum perusahaan menyulitkan tindakan ini.
“Tidak ada pemegang saham yang bisa buktikan dewan bertindak tidak jujur dengan tidak ganti Musk, yang jadi syarat utama,” katanya.
Secara teori, anggota dewan bisa coba usulkan Musk mundur. Tapi mereka harus siap kehilangan posisi, kata Elson.
“Mereka bisa bilang, ‘Saya akan voting untuk menggantinya. Jika kalah, saya pergi. Saya tidak tahan lagi,'” kata Elson. Apakah mereka lakukan itu tergantung prinsip mereka, atau sekadar “orang yang cari aman.”
“Kita lihat saja,” ujarnya.
Cerita ini pertama kali muncul di Fortune.com