Senat Prancis pada Senin debat RUU untuk atur masuknya baju tidak ramah lingkungan dan kualitas rendah ke negaranya, banyak yang dari Cina.
DPR Prancis udah setuju versi RUU “fast fashion” ini Maret tahun lalu, tapi komisi di Senat yang condong kanan minta beberapa perubahan. Pendukung bilang ini akan lebih fokus ke merek asal Cina kayak Shein.
Dengan merek murah dan kualitas rendah semakin banjir pasar, 35 potong baju dibuang setiap detik di Prancis, menurut badan lingkungan Prancis.
Sylvie Valente Le Hir, senator dari partai Republikan kanan, tuduh “raksasa ultra-fast fashion Cina” bawa “persaingan tidak adil” ke merek lokal.
“Kita perlu buat aturan, pukul mereka sekeras mungkin,” kata dia.
RUU ini akan definisikan “fast fashion” berdasarkan tingkat produksi, pergantian koleksi, umur pakai baju, dan “insentif buruk” untuk memperbaikinya.
Perusahaan yang bikin barang sekali pakai wajib kasih tahu pelanggan tentang dampak lingkungan dari beli produk mereka.
RUU juga akan kenakan sanksi ke perusahaan sesuai dampak lingkungan dari baju yang mereka jual.
Anggota DPR setuju sanksi dikaitkan dengan “eco-labelling,” yang berarti kasih poin ke baju sesuai efeknya ke planet.
Tapi senator, setuju dengan pemerintah, hapus aturan itu dalam pembacaan komisi.
Sebaliknya, senator mau hitung hukuman berdasarkan “keberlanjutan” dan “praktek komersial” platform e-commerce.
Mereka bilang ini akan lebih atur situs seperti Shein, dan kurangi efek buruk untuk bisnis Prancis dan Eropa lain.
“Kita benar-benar ingin lindungi merek yang masih ada, merek yang terjangkau buat semua orang Prancis,” kata Hir.
Stop Fast Fashion, gabungan LSM yang fokus ke HAM dan lingkungan, peringatkan perubahan terbaru bisa bikin RUU jadi “cangkang kosong, tanpa efek jera.”
Tekanan ke Shein semakin besar belakangan ini.
LSM Friends of the Earth Prancis dan Observatorium Multinasional minta otoritas Prancis pantau dugaan lobi Shein, tuduh perusahaan berbasis Singapura ini lakukan “ketidakberesan.”
Cerita ini awalnya muncul di Fortune.com