Hakim federal di San Francisco telah memutuskan bahwa melatih model AI menggunakan karya berhak cipta tanpa izin khusus tidak melanggar hukum hak cipta.
Hakim Distrik AS William Alsup mengatakan perusahaan AI Anthropic bisa menggunakan argumen “penggunaan wajar” terhadap klaim hak cipta karena melatih model AI Claude-nya dengan buku berhak cipta. Tapi hakim juga bilang cara mendapatkan buku-buku itu penting.
Alsup mendukung klaim Anthropic bahwa “penggunaan wajar” termasuk membeli jutaan buku lalu mendigitalkannya untuk latihan AI. Namun, hakim menegaskan tidak boleh bagi Anthropic untuk mengunduh jutaan buku bajakan dari internet dan menyimpannya dalam perpustakaan digital.
Hakim memerintahkan sidang terpisah tentang penyimpanan buku bajakan oleh Anthropic, yang bisa menentukan tanggung jawab perusahaan dan ganti rugi terkait pelanggaran tersebut. Hakim juga belum memutuskan apakah kasus ini akan menjadi class action, yang bisa meningkatkan risiko finansial bagi Anthropic jika terbukti melanggar hak penulis.
Dalam keputusannya bahwa “penggunaan wajar” berlaku saat Anthropic melatih model AI dengan buku karya tiga penulis—Andrea Bartz, Charles Graeber, dan Kirk Wallace Johnson—yang menggugat perusahaan karena pelanggaran hak cipta, Alsup menjawab pertanyaan yang muncul sejak sebelum ChatGPT OpenAI memicu ledakan AI generatif di 2022: Apakah data berhak cipta bisa dipakai untuk melatih model AI tanpa izin pemilik?
Ratusan gugatan terkait AI dan hak cipta diajukan dalam tiga tahun terakhir, kebanyakan bergantung pada konsep penggunaan wajar—doktrin yang memperbolehkan penggunaan materi berhak cipta tanpa izin jika bersifat transformatif, artinya punya tujuan baru atau menambah makna, bukan sekadar menyalin karya asli.
Keputusan Alsup mungkin jadi preseden untuk kasus hak cipta lain—meski banyak keputusan ini mungkin diajukan banding, jadi butuh tahunan sebelum ada kejelasan soal AI dan hak cipta di AS.
Menurut putusan hakim, penggunaan buku oleh Anthropic untuk melatih Claude “sangat transformatif” dan termasuk “penggunaan wajar sesuai Pasal 107 UU Hak Cipta.” Anthropic menyatakan pelatihan AI-nya tidak hanya diperbolehkan, tapi sesuai semangat UU Hak Cipta AS yang “bukan hanya mengizinkan, tapi mendorong” penggunaan seperti ini karena mendorong kreativitas manusia. Perusahaan bilang mereka menyalin buku untuk “mempelajari tulisan Penulis, mengambil informasi yang tidak dilindungi hak cipta, dan memakai yang dipelajari untuk menciptakan teknologi revolusioner.”
Tapi, meski melatih model AI dengan data berhak cipta bisa dianggap penggunaan wajar, Anthropic menyimpan perpustakaan digital buku bajakan tidak termasuk, kata Alsup. Hakim mencatat bahwa membeli buku setelah mencurinya dari internet “tidak menghapus tanggung jawab atas pencurian, tapi bisa memengaruhi besaran ganti rugi.”
Hakim juga meragukan alasan Anthropic yang mengaku mengunduh buku bajakan untuk menghemat waktu dan uang dalam membangun model AI. “Putusan ini meragukan apakah terdakwa bisa membuktikan bahwa mengunduh dari situs bajakan—padahal bisa membeli atau mengakses secara legal—benar-benar perlu untuk penggunaan wajar,” kata Alsup.
Sifat “transformatif” dari output AI penting, tapi bukan satu-satunya faktor dalam penggunaan wajar. Ada tiga faktor lain: jenis karya (karya kreatif dapat perlindungan lebih daripada fakta), seberapa banyak karya digunakan (semakin sedikit semakin baik), dan apakah penggunaan baru merugikan pasar karya asli.
Contohnya, kasus yang sedang berjalan melawan Meta dan OpenAI oleh komedian Sarah Silverman dan dua penulis lain, yang menggugat pelanggaran hak cipta tahun 2023 karena karya mereka dipakai tanpa izin untuk melatih model AI. Para terdakwa berargumen bahwa penggunaan itu termasuk penggunaan wajar karena sistem AI “mempelajari” karya untuk “belajar” dan menciptakan konten baru yang transformatif.
Hakim distrik federal Vince Chhabria mencatat bahwa meski benar, sistem AI “secara drastis mengubah—bahkan bisa dibilang menghancurkan—pasar untuk karya orang itu.” Tapi dia juga menyalahkan penggugat karena pengacaranya tidak memberikan cukup bukti tentang dampak pasar.
Keputusan Alsup sangat berbeda dengan Chhabria dalam hal ini. Alsup bilang meski benar Claude bisa meningkatkan persaingan untuk karya penulis, “pergeseran kompetitif atau kreatif semacam ini bukan jenis yang menjadi perhatian UU Hak Cipta.” Tujuan hak cipta adalah mendorong kreasi karya baru, bukan melindungi penulis dari persaingan, kata Alsup, dan dia membandingkan keberatan penulis terhadap Claude dengan kekhawatiran bahwa mengajar anak sekolah menulis dengan baik bisa memicu ledakan buku saingan.
Alsup juga mencatat dalam putusannya bahwa Anthropic memasang “pagar pembatas” di Claude untuk mencegahnya menghasilkan output yang menjiplak langsung buku yang dipakai untuk latihan.
Baik Anthropic maupun pengacara penggugat belum menanggapi permintaan komentar tentang keputusan Alsup.