Jamie Dimon, CEO bank yang paling berharga di dunia dan arsitek di balik “neraca keuangan benteng” yang bantu JPMorgan selamat dari krisis finansial 2008, percaya bahwa investor meremehkan resiko koreksi besar di pasar—yang bisa turunkan harga saham sampai sepertiga.
Dengan valuasi pasar saham dan konsentrasi pada level tertinggi, beberapa pemimpin teknologi ternama seperti CEO OpenAI Sam Altman dan institusi seperti Bank of England sudah memperingatkan tentang gelembung di pasar dan kemungkinan bahwa gelembung AI akan segera pecah. Dimon, yang selama dua dekade memimpin JPMorgan sudah bangun reputasi untuk beroperasi dengan hati-hati dan melakukan langkah bisnis pintar seperti pembelian murah First Republic Bank di 2023, memperingatkan bahwa pasar saham tidak menghitung dengan tepat risiko resesi.
“Aku jauh lebih khawatir tentang itu daripada yang lain,” kata Dimon kepada BBC dalam wawancara yang diterbitkan Rabu. “Aku kasih probabilitas lebih tinggi daripada yang diperhitungkan pasar dan orang lain. Jadi jika pasar memperhitungkan 10%, aku akan bilang itu lebih seperti 30%.”
Dimon, dalam komentarnya yang terbaru, bilang waktu berakhirnya kenaikan pasar sulit ditebak. Mungkin resesi pasar saham terjadi dalam enam bulan. Tapi kenaikan pasar saham juga bisa bertahan sampai dua tahun lagi, dia catat.
“Pasar bull bisa bertahan lebih lama dari yang kamu pikir,” ujarnya.
CEO JPMorgan ini bilang dia sudah pelajari periode euforia pasar lain seperti jatuhnya dotcom, dan temukan bahwa satu-satunya cara untuk dapat gambaran kapan gelembung akan berakhir adalah melalui valuasi tinggi, selain itu: “Sangat mustahil untuk tebak kapan pecahnya,” katanya.
Dia akui bahwa berdasarkan banyak ukuran, valuasi sekarang tinggi, yang menciptakan elemen risiko. Sebagian dari yang menyebabkan situasi ini adalah uang murah yang mengalir ke pasar dalam beberapa tahun terakhir karena utang nasional yang membengkak digunakan untuk stimulus dan quantitative easing selama pandemi COVID.
Dimon menambahkan bahwa sebagian investasi di AI “mungkin” akan jadi uang yang terbuang, dan beberapa investor di teknologi itu akhirnya bisa rugi.
“AI itu nyata. AI secara total akan berhasil, sama seperti mobil pada akhirnya berhasil, TV pada akhirnya berhasil,” kata Dimon. “Tapi kebanyakan orang yang terlibat di dalamnya tidak beruntung.”
Optimisme yang didorong AI saat ini telah bawa S&P 500 ke 33 rekor tertinggi di tahun 2025, hampir menyamai 57 rekor tertinggi di tahun 2024 dengan tiga bulan tersisa di tahun ini. Dalam hal konsentrasi saham, 10 perusahaan terbesar di S&P 500 sekarang membentuk rekor 40% dari kapitalisasi pasar indeks tersebut. S&P 500 sudah naik sekitar 14,8% sejak awal tahun hingga Kamis.