Di Forum Global Fortune di Riyadh, Menteri Sosial dan Tenaga Kerja Syria yang baru, Yang Mulia Hind Kabawat, berbicara tentang masa depan negaranya. Syria sedang bangkit setelah hampir 14 tahun perang saudara dengan pemerintahan baru.
Sebagai satu-satunya menteri perempuan, Kabawat berkata dia sudah meminta kepada presiden baru dan masyarakat internasional supaya lebih banyak perempuan jadi menteri. Dia tidak mau jadi satu-satunya menteri perempuan untuk lama-lama.
“Dulu, kuota itu sangat penting,” katanya dalam percakapan dengan jurnalis NBC News, Hala Gorani. “Kalau tidak ada kuota, perempuan selalu akan dikeluarkan. Jadi kita perlu pasang kuota dari awal.” Dia memperkirakan bahwa 70% pekerja di industrinya adalah perempuan, dan kebanyakan orang yang dia angkat adalah wanita. Bukan karena jenis kelamin mereka, tapi karena mereka sangat berkualitas.
“Saya pikir kita punya kemauan dan kita ingin punya lebih banyak perempuan,” katanya. Dia menambahkan bahwa dia merasa “sendirian” dan “tidak adil” karena parlemen Syria hanya ada enam perempuan. “Apakah saya kesal? Sangat. Apakah saya marah? Sangat. Tapi apakah kita akan melakukan sesuatu? Iya.”
Dia ingatkan bahwa Presiden baru Ahmed Al-Shara sudah janji akan bawa lebih banyak perempuan ke pemerintahannya. Al-Shara akui ada “kekurangan” dalam hasil pemilu yang hanya menghasilkan enam perempuan di Parlemen.
### Membangun Kembali Mozaik Syria
Menteri Kabawat adalah anggota dari minoritas Kristen dan lama menjadi bagian dari oposisi terhadap diktator sebelumnya, Bashar Al-Assad. Assad dikalahkan oleh Al-Shara akhir tahun 2024.
Dia bilang, membangun kembali Syria lebih dari sekadar rekonstruksi fisik. “Ini tentang memulihkan stabilitas, kepercayaan, dan sistem yang menyatukan masyarakat.”
Tantangannya masih sangat besar. Dia gambarkan kemiskinan yang dia lihat saat berkunjung ke Damascus. “Ekonomi hancur. Sistem perbankan masih lumpuh.”
Kementeriannya, yang menggabungkan urusan sosial dan tenaga kerja, bertanggung jawab untuk semua komunitas rentan di Syria, seperti yatim piatu, pengungsi, dan penyandang disabilitas. Dia sedang kerjakan program perlindungan sosial khusus untuk memerangi kemiskinan, yang dia perkirakan hampir 90%.
“Tidak ada tongkat ajaib,” kata Kabawat dengan jelas. “Hanya kerja keras.”
Dalam percakapannya, Kabawat tekankan bahwa “inklusivitas adalah kunci.” Syria punya banyak agama dan suku. “Syria adalah sebuah mozaik,” katanya. Semua kelompok harus berperan dalam membangun negara. “Kita tidak bisa mengontrol Syria dengan kekuatan.” Satu-satunya cara adalah dengan mengajak semua orang dan mendengarkan penderitaan mereka.
Dia cerita tentang mengunjungi keluarga-keluarga dari kelompok yang dulunya bermusuhan. Semuanya punya keinginan yang sama: sekolah untuk anak mereka, klinik, dan rumah yang aman.
Optimisme Menteri Kabawat tetap ada meski banyak rintangan. Pencabutan sanksi yang dijanjikan dan bantuan rekonstruksi lebih dari $6 miliar dari Arab Saudi belum terasa dalam kehidupan sehari-hari rakyat Syria.
“Perlu waktu,” akunya. “Orang tidak paham berapa lama perubahan bisa terjadi. Tapi itu akan datang.”
Prioritas utamanya sekarang adalah memulihkan listrik dan air, lalu memperluas program perlindungan sosial untuk membantu orang miskin. “Begitu uang masuk ke perlindungan sosial dan membantu orang miskin, rakyat akan mulai merasakannya,” ujarnya.