Sama kayak generasi sebelumnya, Gen Z enggak nyaman ngobrolin duit. Mereka lebih gugup bahas utang atau gaji dibanding topik sensitif kayak seks atau politik. Tapi sayangnya, mereka juga kurang paham soal keuangan dibanding generasi lain.
Hal ini bikin banyak mahasiswa gak siap ngatur keuangan di dunia nyata, apalagi tantangannya makin berat. Pendidikan finansial harus jadi bagian penting dari persiapan lulus kuliah. Gap pengetahuan ini terlihat dari keputusan sehari-hari mahasiswa dan fresh graduate.
Sebagai ibu dari tiga anak yang baru lulus kuliah, aku liat sendiri gimana bahkan mahasiswa berprestasi bisa kewalahan hadapi dunia nyata.
Aku sering tekankan pentingnya investasi dini—khususnya ambil kesempatan kontribusi pensiun dari perusahaan. Tapi anakku tetap butuh penjelasan sederhana soal banyaknya pilihan keuangan pas mulai kerja.
Bukan berarti dia gak paham angka; dia lulusan matematika. Masalahnya, dia gak pernah diajarin cara pakai ilmu itu untuk perencanaan keuangan. Meski banyak negara bagian udah masukin pendidikan finansial di sekolah, kebutuhan anak 17 tahun beda banget sama yang umur 22 tahun harus ngurus asuransi, skor kredit, atau 401(k).
Gen Z dan Rasa Tidak Pasti
Banyak lulusan baru bulan lalu merasa pesimis soal mulai karir. Menurut data Handshake, lebih dari setengah lulusan 2025 ragu dengan prospek kerja mereka.
Kayak lulusan 2008 dan 2020, mereka masuk pasar kerja yang bergejolak. AI mengubah industri, banyak lowongan entry-level diotomasi, dan PHK merajalela.
Tapi kecemasan gak cuma soal kerja. Cicilan pinjaman mahasiswa udah mulai lagi, utang kartu kredit naik, dan harga kebutuhan pokok terus melambung. Kampus gak cuma perlu tingkatkan layanan karir, tapi juga siapkan mahasiswa hadapi tekanan finansial setelah lulus.
Selain diajarin wawancara dan networking, mahasiswa butuh pengalaman langsung yang hubungkan pendidikan dengan dunia kerja, plus skill finansial praktis. Mereka harus lulus bukan cuma bisa dapat gaji bagus, tapi juga bisa atur uang dengan bijak, bangun stabilitas jangka panjang, dan ambil keputusan tepat soal masa depan.
Data terbaru dari Jobs for the Future, Walton Family Foundation, dan Gallup tunjukkan betapa minimnya persiapan ini. Gen Z dan orang tua mereka bahkan kurang paham jalur karir paling umum. Sekitar 40% orang tua hampir gak tahu pekerjaan yang banyak dicari beserta gaji dan benefitnya. Anak muda malah lebih sedikit tahu dibanding orang tua mereka.
Peran Kampus
Makanya, kampus harus anggap kesiapan karir dan kepercayaan finansial sebagai hal yang sama pentingnya. Memperkuat satu saja bikin mahasiswa gak seimbang pas harus mandiri.
Contohnya Intuit’s Hour of Finance, program simulasi keuangan di mana mahasiswa latihan atur pendapatan, pengeluaran, utang, dan tujuan jangka panjang.
Ini bukan cuma teori, tapi pengalaman interaktif yang mirip tantangan dunia nyata. Tujuannya, mahasiswa belajar anggaran sekaligus percaya diri ambil keputusan keuangan sesuai mimpi mereka.
Kampus bisa buat modul singkat yang simulasi hidup finansial pasca-lulus, diintegrasikan ke jurusan atau program tahun akhir. Misalnya, mahasiswa yang kerja sebagai Tax Specialist di Intuit dapat pelatihan bantu orang siapkan pajak. Mereka dapat gaji, pengalaman kerja, bantuan biaya kuliah, sekaligus belajar bedain kredit pajak dan potongan.
Lulusan sekarang butuh lebih dari sekadar ijazah. Mereka perlu kejelasan, kepercayaan diri, dan kompetensi—baik di kerja maupun urusan keuangan. Kampus gak bisa lagi anggap pendidikan finansial sebagai mata kuliah pilihan atau berharap mahasiswa belajar sendiri. Generasi ini masuk usia dewasa di tengah gejolak ekonomi, teknologi, dan sosial. Mereka butuh pendidikan yang siapkan mereka untuk semua itu.
Pendapat di artikel ini adalah pandangan penulis dan belum tentu mencerminkan sikap Fortune.