Saham dari China Evergrande dihapus dari Bursa Efek Hong Kong pada hari Senin. Ini menandai langkah lain dalam kemunduran perusahaan developer raksasa yang keruntuhanya berkontribusi pada krisis yang berkepanjangan di pasar properti China.
Kreditur Evergrande masih berusaha menyelesaikan hutang yang jumlahnya lebih dari 340 miliar dolar AS. Perusahaan yang dulu adalah developer terbesar kedua di China ini mulai bermasalah ketika regulator China beberapa tahun lalu membatasi pinjaman berlebihan oleh developer.
Hal itu menyebabkan puluhan perusahaan properti gagal bayar hutang mereka, memicu penurunan di pasar properti yang masih mempengaruhi ekonomi terbesar kedua dunia.
Ini yang perlu diketahui tentang Evergrande:
Penghapusan pencatatan saham mantan pemimpin pasar properti China
Bursa Efek Hong Kong mengatakan saham Evergrande dihapus mulai Senin pagi, seperti yang diperkirakan. Saham terakhir kali diperdagangkan pada 29 Januari 2024, lalu ditangguhkan setelah pengadilan di Hong Kong memerintahkan likuidasi perusahaan karena gagal memberikan rencana restrukturisasi hutang yang layak.
Peraturan bursa menyatakan bahwa pencatatan saham perusahaan dapat dibatalkan jika perdagangan sahamnya ditangguhkan selama 18 bulan berturut-turut.
Peran Evergrande dalam krisis properti China
Setelah bertahun-tahun peringatan yang menyebabkan agensi rating global menurunkan peringkat kredit pemerintah China pada 2017, partai komunis berkuasa membatasi hutang real estat pada 2020. Mereka menerapkan kontrol disebut “tiga batas merah” yang melarang developer berhutang banyak seperti Evergrande untuk meminjam lebih banyak lagi.
Kekhawatiran akan gagal bayar Evergrande pada 2021 menggoyang pasar global, tapi mereda setelah bank sentral China mengatakan masalahnya terkendali dan Beijing akan menjaga pasar kredit berfungsi. Evergrande adalah salah satu yang terbesar dari banyak developer yang gagal membayar kreditur mereka.
Pembeli rumah di China sering bayar dimuka untuk apartemen sebelum bahkan dibangun. Masalah kredit untuk Evergrande dan developer lain menyebabkan mereka menghentikan konstruksi, meninggalkan banyak proyek tidak selesai. Perlambatan pembelian rumah dan bangunan mempengaruhi seluruh ekonomi, mengurangi permintaan untuk material bangunan, peralatan rumah, dan bahkan kendaraan, di saat China juga menghadapi gangguan akibat pandemi COVID-19.
Karena kebanyakan keluarga China kekayaannya ada di properti, pasar perumahan yang lemah telah menjadi faktor utama yang membatasi pengeluaran konsumen.
Penurunan properti berlanjut
Ada sedikit pemulihan di sektor perumahan, tapi harga rumah dan investasi terus jatuh.
Sebelum pembatasan pinjaman, real estat menyumbang sekitar 20% ekonomi China. Jika ditambah pengeluaran untuk baja dan tembaga untuk konstruksi, furniture, dan pembelian terkait lainnya, perkiraan bagiannya dalam ekonomi naik jadi sekitar sepertiga.
Pemimpin China telah berusaha meminta developer menyelesaikan proyek dan menyerahkan apartemen yang sudah dibayar, dengan menyediakan pinjaman dan subsidi miliaran. Mereka mendorong pemerintah daerah untuk membeli kelebihan apartemen untuk dijadikan perumahan terjangkau, dan melonggarkan persyaratan uang muka dan KPR.
Mereka juga mencabut banyak larangan pembelian rumah untuk tujuan investasi di kota-kota besar, langkah yang oleh analis HSBC disebut “mengejutkan” karena datang lebih awal dari yang diperkirakan.
Penjualan dan harga rumah diperkirakan akan turun lebih jauh lagi pada bulan Agustus, kata mereka dalam laporan terbaru.
Status Evergrande
Evergrande, yang berkantor pusat di Shenzhen, China selatan, dekat Hong Kong, didirikan oleh pengusaha Hui Ka Yan (juga dikenal sebagai Xu Jiayin) pada tahun 1996. Naik turunnya mencerminkan boom dan bust di pasar properti China setelah reformasi perumahan.
Saham perusahaan tercatat di Hong Kong pada tahun 2009.
Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 15 di New York City pada tahun 2023, tetapi kasus itu kemudian ditarik kembali. Meskipun pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi hutang perusahaan, lebih dari 90 persen asetnya berada di daratan China, sehingga menyulitkan penagihan pembayaran kepada krediturnya.
Likuidator mengatakan dalam laporan progres terbaru bahwa mereka telah menerima klaim hutang total 45 miliar dolar AS per 31 Juli, jauh lebih tinggi dari liabilitas sekitar 27,5 miliar dolar AS yang diungkapkan pada Desember 2022, dan angka baru itu belum final. Mereka juga telah mengambil kendali lebih dari 100 perusahaan dalam grup dengan aset kolektif senilai 3,5 miliar dolar AS per 29 Januari 2024.
Sejauh ini, aset senilai sekitar 255 juta dolar AS telah dijual, kata likuidator, menyebut realisasi itu “sedang-sedang saja”.
___
Wartawan AP Kanis Leung di Hong Kong berkontribusi.