Demam Protein Ternyata Berbahaya: Investigasi Ungkap Kandungan Timbal Berlebih di Produk Suplemen Terlaris

Sudah berbulan-bulan, orang Amerika memperlakukan protein seperti sesuatu yang tidak pernah cukup. Awalnya, protein hanya suplemen untuk mereka yang suka nge-gym dan remaja yang sangat peduli fitness, seperti kata jurnalis Paris Martineau. Tapi sekarang, ini udah jadi tren kesehatan yang besar banget. Ada pasta protein, sereal protein, soda protein, dan bahkan Starbucks punya cold foam protein.

Tapi, sebuah penelitian dari Consumer Reports (CR) menunjukkan fakta yang tidak nyaman: banyak produk protein ini ternyata terkontaminasi logam berat beracun.

Martineau, yang memimpin tes ini, bilang kalau dulu produk protein rasanya masih khusus. Sekarang, semua orang kayaknya minum protein, dan ada kegilaan bahwa lebih banyak protein selalu lebih baik.

CR ngetes 23 produk protein paling populer. Hasilnya, lebih dari dua per tiga produk mengandung timbal lebih banyak dari yang aman dikonsumsi dalam sehari. Bahkan ada yang 10 kali lipatnya! Salah satu produk, Naked Nutrition’s Vegan Mass Gainer, mengandung timbal 1,572% dari batas aman CR.

“Kami menasehati untuk tidak pakai kebanyakan bubuk protein setiap hari,” kata ahli kimia CR, Tunde Akinleye.

Martineau juga kaget karena tingkat kontaminasinya ternyata makin parah dari tes tahun 2010 lalu. Yang paling banyak terkontaminasi adalah protein berbasis tanaman, karena tanaman menyerap logam dari tanah.

Yang lebih mengejutkan lagi, industri ini hampir tidak diatur ketat. Tidak ada batas federal untuk timbal dalam bubuk protein. Perusahaan biasanya mengatur diri sendiri, dan FDA tidak menyetujui suplemen sebelum dijual.

“Banyak orang sebenarnya tidak butuh protein sebanyak yang mereka pikir,” jelas Martineau. Kecuali untuk atlet tertentu atau orang hamil, kebanyakan orang cuma butuh 0.8 gram protein per kilo berat badan per hari. Itu mudah didapat dari makanan biasa, seperti yoghurt Yunani atau dada ayam.

MEMBACA  Pulver protein terbaik pada tahun 2024 (Inggris)

Masalahnya, kata dia, kita punya “kesan kesehatan” yang berlebihan terhadap protein. Menambahkan label protein pada suatu produk tidak otomatis membuatnya sehat. Nasihat yang membosankan – makan makanan utuh – sebenarnya adalah jalan pintas menuju kesehatan yang sebenarnya.