Dari Guru TK Menjadi Direktur di Perusahaan Konsultan Big 4: ‘Budaya Perubahan yang Menular’

`

Kalau ada yang bilang ke aku bertahun-tahun lalu, waktu aku masih mengatur buku cerita dan cat air di kelas TK, bahwa suatu hari aku bakal memimpin inisiatif transformasi cloud dan AI untuk perusahaan besar dunia, mungkin aku bakal ketawa ga percaya. Soalnya di tahun 90-an, “cloud” cuma sesuatu di langit yang kita lihat waktu istirahat, bukan tulang punggung bisnis modern. Tapi perjalananku dari mengajar anak kecil ke memandu perusahaan lewat perubahan teknologi rumit membentuk keyakinanku: organisasi paling inovatif adalah yang sengaja menciptakan budaya perubahan yang menular.

Kekuatan budaya yang menular

Waktu aku pindah dari dunia pendidikan ke konsultan, aku sadar banyak perusahaan bermasalah bukan karena kurang akses ke teknologi canggih, tapi karena mereka ga punya fondasi budaya yang tepat untuk inovasi. Teknologi sendiri ga bisa bikin perubahan; orang-oranglah yang melakukannya. Dan orang berkembang di lingkungan di mana belajar, eksperimen, dan adaptasi jadi bagian dari budaya organisasi.

Makanya aku mendukung apa yang aku sebut “budaya perubahan yang menular.” Budaya di mana rasa ingin tahu itu menular, karyawan merasa aman bertanya dan mencoba hal baru. Ini budaya yang ga cuma nerima perubahan, tapi juga aktif mencarinya dan sepenuhnya menerimanya, karena setiap tantangan baru adalah kesempatan untuk tumbuh.

Pelajaran dari ruang kelas

Persamaan antara mengajar dan memimpin transformasi teknologi itu jelas. Di kedua situasi, sukses tergantung pada menciptakan lingkungan di mana orang merasa diberdayakan untuk belajar. Di kelas, aku lihat sendiri bagaimana anak-anak berkembang ketika didorong untuk eksplorasi, buat kesalahan, dan coba lagi. Hal yang sama berlaku di tempat kerja. Ketika pemimpin menciptakan rasa aman, menunjukkan kerentanan, dan merayakan pembelajaran, tim jadi lebih tangguh dan kreatif.

MEMBACA  Dua Panser Anoa Berada di Kejagung, Menurut Mabes TNI: Bagian dari Pengamanan Rutin

Salah satu skill terkuat yang kubawa dari mengajar ke konsultan adalah kemampuan memecah konsep rumit jadi bagian kecil yang mudah dimengerti. Entah itu membantu klien memodernisasi sistem atau mengimplementasikan AI, aku selalu berpikir seperti guru: Bagaimana caranya agar ini mudah dipahami? Bagaimana caranya memicu rasa ingin tahu? Bagaimana menciptakan tujuan bersama?

Menjadi magnet bakat

Perusahaan yang memprioritaskan budaya inovasi ga cuma beradaptasi lebih cepat, tapi juga menarik talenta terbaik. Karyawan sekarang mencari lingkungan kerja yang dinamis dan bermakna. Ketika mereka merasa bisa belajar dan membuat dampak, mereka jadi lebih termotivasi dan setia.

Tim paling sukses adalah yang menerima berbagai perspektif dan mendorong pembelajaran terus-menerus. Inovasi sering datang dari tempat tak terduga. Makanya banyak perusahaan sekarang mencari orang dengan latar belakang non-tradisional, seperti aku yang ga mulai karir di teknologi tapi membawa pemikiran unik.

Menerima tenaga kerja modern

Dunia teknologi berubah cepat, begitu juga definisi talenta. Gelar atau jalur karir spesifik bukan lagi syarat sukses di tech. Justru, kontributor paling berdampak sering yang punya perspektif segar dari luar jalur tradisional. Perjalananku—dari kelas ke ruang rapat—adalah bukti nilai dari pengalaman beragam.

Perusahaan harus memikirkan ulang strategi talenta mereka dan membangun tim dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman beragam. Dengan menghargai berbagai perspektif, mereka bisa menemukan sumber kreativitas dan inovasi baru.

Kenapa budaya lebih penting sekarang

Di dunia bisnis yang dinamis sekarang, kemampuan berinovasi dan beradaptasi bukan cuma keunggulan kompetitif, tapi kebutuhan. Perusahaan yang bertahan pada status quo akan tertinggal. Tapi yang berinvestasi pada budaya pembelajaran dan perubahan akan lebih siap menghadapi masa depan.

MEMBACA  Menjadi takut untuk bersuara bisa mahal, kata eksekutif Microsoft ini

Perjalananku mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan tentang punya semua jawaban, tapi menciptakan kondisi di mana orang lain bisa belajar dan sukses. Entah kamu memimpin kelas atau migrasi cloud, prinsipnya sama: pupuk rasa ingin tahu, terima perubahan, dan jangan berhenti belajar.

Ke depannya, aku semangat terus membantu perusahaan memanfaatkan kekuatan budaya untuk transformasi yang berarti. Karena pada akhirnya, ini bukan cuma tentang teknologi, tapi tentang orang, potensi, dan kekuatan menular dari perubahan.

Sebagai penutup, aku ingat kutipan dari Robert Fulghum: “Dan itu masih benar, tidak peduli berapa pun usiamu—ketika kamu pergi ke dunia, lebih baik berpegangan tangan dan tetap bersama.”

Pendapat di artikel ini adalah pandangan penulis dan belum tentu mencerminkan opini Fortune.

Memperkenalkan Fortune Global 500 2025, daftar perusahaan terbesar di dunia. Lihat daftar tahun ini.`