Beberapa Pemimpin Eropa Tak Bisa Hidup Bersama Trump — yang Lain Tak Bisa Hidup Tanpanya

Dapatkan Newsletter "White House Watch" Gratis

Panduanmu untuk memahami apa arti masa jabatan kedua Trump bagi Washington, bisnis, dan dunia.

Penulis adalah kontributor editor FT, ketua Centre for Liberal Strategies, dan fellow di IWM Vienna.

Seabad lalu, Mao Zedong bertanya, "Siapa musuh kita? Siapa teman kita? Ini pertanyaan paling penting untuk revolusi." Sekarang, Kevin Roberts, presiden Heritage Foundation yang mendukung Trump, bilang "kita sedang dalam revolusi Amerika kedua." Perubahan ini bikin banyak orang di Eropa, dari liberalis sampai nasionalis ekstrem, bertukar peran. Kembalinya Trump mengubah cara Amerika memandang teman dan musuh di Eropa. Politikus AS sekarang berteman akrab dengan pemimpin sayap kanan Eropa, tapi menganggap pendukung demokrasi liberal sebagai musuh. Akibatnya, banyak orang Eropa mulai lihat Amerika sebagai ancaman.

Menurut survei terbaru European Council on Foreign Relations (ECFR), meski mayoritas orang Eropa percaya Trump buruk untuk Amerika, negara mereka, dan perdamaian dunia, pendukung sayap kanan Eropa justru mendukung revolusi Trump. Mereka bilang sistem politik AS bekerja baik, sementara sistem Eropa rusak.

Hubungan antara partai sayap kanan Eropa dan Trump mirip dengan partai komunis Eropa Barat dan Uni Soviet saat Perang Dingin. Sayap kanan Eropa merasa harus membela Trump sekaligus menirunya. Terpesona dengan apa yang terjadi di AS, pendukung Trump di Eropa bermimpi deportasi besar-besaran migran, tapi diam soal perang dagang Trump terhadap Eropa.

Tapi apa yang bisa dicapai sayap kanan Eropa dengan meniru Trump? Dan apa yang didapat liberalis Eropa dengan melawannya? Persatuan nasionalis Eropa dan gerakan Maga Trump bukanlah pernikahan sempurna. Pemimpin seperti Viktor Orbán di Hungaria senang dapat dukungan AS, tapi nasionalisme mereka berbeda. Di kantor pemimpin sayap kanan Eropa, ada peta kuno yang tunjukkan batas wilayah masa lalu. Di kantor Trump, ada foto keluarga yang diedit. Nasionalis Eropa terobsesi dengan Sejarah (dengan S besar), sementara presiden AS terobsesi dengan Trump (dengan T besar).

MEMBACA  "Bukan sekadar pemulihan siklus, melainkan lonjakan." BofA menyebut 'risiko ekor kunci' adalah ekonomi era Trump bisa benar-benar melesat.

Nasionalisme Trump tidak punya sejarah. Saat dia bicara soal pendahulunya, tujuannya cuma bilang dia lebih baik. Ketika dia ngomong jadikan Gaza resor mewah, dia bicara seperti pengusaha properti yang anggap bangsa cuma penyewa tanah. Bagi nasionalis Eropa yang percaya "darah dan tanah", Tuhan memberikan setiap jengkal Eropa untuk orang kulit putih dan keturunanya. Dulu, partai sayap kanan Eropa melihat diri mereka sebagai pembela kedaulatan dan tradisi melawan "warga tanpa negara" di Brussel. Sekarang, mereka memposisikan diri sebagai bagian dari gerakan revolusioner transnasional, pakai retorika Kristen fundamentalis dan konflik peradaban yang populer di AS tapi belum tentu diterima di Eropa.

Liberalis Eropa juga berubah. Sekarang mereka ingin dilihat bukan sebagai globalis gaya Davos, tapi pembela kepentingan nasional melawan campur tangan AS. Kemenangan Mark Carney di Kanada, didorong oleh sentimen nasionalis, membuat pemimpin EU percaya bahwa melawan Trump adalah cara terbaik untuk menang pemilu. Tapi ini tidak akan berhasil di mana-mana. Hanya saat Trump main kartu irredentis (seperti di Kanada), pemimpin liberal bisa andalkan mobilisasi massa. Orang Denmark sekarang paling anti-Trump karena ancamannya yang aneh untuk ambil Greenland. Tapi efek Carney tidak terlihat di tempat lain di EU.

Efek Trump pada politik EU tidak bisa diprediksi. Setelah Brexit, sayap kanan Eropa juga terpesona dengan nasionalisme "ambil kembali kendali". Banyak yang minta referendum keluar EU. Tapi Brexit jadi beban, dan meniru Inggris tidak populer lagi. Jadi, siapa yang menang dan kalah dari "revolusi Amerika kedua" tergantung bukan hanya pada kegagalan atau kesuksesan Trump di AS, tapi juga kemampuan pemimpin Eropa memanfaatkan momen Trump untuk membentuk identitas politik baru.

MEMBACA  Jepang mencatat surplus neraca perdagangan sebesar $17,7 miliar pada bulan Mei Menurut Reuters