Bagi banyak eksekutif senior, peran COO dianggap sebagai jalan penting menuju posisi CEO. Tahun lalu, 57% CEO baru di S&P 1500 dipromosikan dari peran COO. Beberapa pemimpin bisnis terkenal seperti Tim Cook dari Apple dan Scott Boatwright dari Chipotle juga pernah jadi COO sebelum jadi CEO. Tapi, para ahli kepemimpinan memperingatkan bahwa jalan yang terlihat cepat ini bisa jadi buntu.
Stephen Miles, pendiri dan CEO konsultan kepemimpinan The Miles Group, membagikan dua kesalahan fatal bagi calon CEO dalam COO Summit Fortune 2025. Dia cerita tentang seorang COO yang mulai menyebut dirinya sebagai penerus pasti CEO, tidak hanya di dalam perusahaan tapi juga di ruang rapat dewan. Akibatnya cepat sekali, dewan langsung mengadakan rapat darurat buat memutuskan apakah harus memecat eksekutif itu.
“Dewan harus dibujuk untuk tidak bertindak ekstrim,” kata Miles. “Mereka ingin punya hak penuh untuk memilih CEO berikutnya.”
Sikap yang keterlaluan seperti ini, baik karena ambisi atau salah komunikasi, bisa merusak karir kepemimpinan dan menunjukkan sifat yang tidak cocok untuk posisi puncak, seperti sombong dan arogan. Lebih luas lagi, peran COO, menurut Miles, seringkali dirancang khusus untuk capai tujuan tertentu. Menganggapnya sebagai batu loncatan otomatis ke CEO bisa buat pembuat keputusan penting jadi tidak suka.
Selain terlalu jauh, Miles juga menyebut kegagalan COO untuk sejalan dengan CEO sebagai penghalang lain. Organisasi, katanya, akan terus menguji cara untuk menyelaraskan dan kurangi gesekan antara COO dan CEO.
“Yang mereka lakukan adalah datang ke COO dan bilang, ‘Ambil keputusan,’ lalu mereka bawa keputusan itu ke CEO, berasumsi CEO ingin keputusan beda atau sedikit beda, dan lihat apakah CEO mau terima,” jelas Miles. “Begitu CEO bereaksi, hubungan COO-CEO langsung rusak, dan biasanya ini berakhir buruk untuk COO.”
Menurut Miles, tugas COO adalah “menang di bisnis hari ini,” sedangkan CEO harus “bangun bisnis masa depan.” Lonjakan dari satu peran ke peran lain butuh lebih dari keahlian operasional. Dibutuhkan visi strategis, kecerdasan kepemimpinan, dan kerendahan hati.
Cerita ini awalnya muncul di Fortune.com