Menurut pengusaha Saudi, Mohammed Aldossary, para inovator di seluruh dunia punya motivasi yang sama. Mereka ingin menyelesaikan masalah-masalah besar yang sulit dipecahkan.
"Apa yang bikin orang-orang berbakat semangat adalah untuk membangun solusi dari kebutuhan-kebutuhan itu," kata Aldorassy di Fortune Global Forum hari Minggu di Riyadh, Arab Saudi.
Dia adalah pendiri dan CEO SILQ. Perusahaan ini hasil penggabungan di bulan April antara Sary (pasar B2B Saudi) dan ShopUp dari Bangladesh. Keduanya menghubungkan usaha kecil dengan produsen untuk beli barang.
Aldorassy bilang sebagian besar perusahaan di Arab Saudi adalah usaha kecil dan menengah (UKM). Tapi, mereka cuma dapat 9% dari pinjaman bank. Nah, masalah seperti inilah yang sedang diatasi oleh pengusaha muda Saudi – dan memicu budaya inovasi di sana, seperti yang terlihat di SILQ. "Yang bedain kita di sini adalah kita punya generasi yang lebih muda," kata Aldosarry.
Memang, sekitar 63% orang Saudi dan 50% orang Bangladesh berusia di bawah 30 tahun. Sementara di Amerika, cuma 30%.
Lutfey Siddiqi, utusan khusus pemerintah sementara Bangladesh, juga bilang di forum yang sama bahwa populasi muda negaranya adalah kunci untuk kemajuan ekonomi. Dia pakai analogi minyak untuk jelaskan bagaimana Bangladesh harus memanfaatkan keuntungan ini.
"Minyak mentah kami adalah orang-orang muda kami. Tapi kami butuh kilang supaya kami bisa menemukan aplikasi untuk berbagai tingkat keahlian dan pendidikan," kata Siddiqi, yang dulunya banker di UBS dan Barclays. "Itu adalah sumber daya yang mau kami bagikan dengan dunia. Karena sebagian besar dunia lainnya sudah menua."
Dia nambahin bahwa perusahaan-perusahaan seperti Chevron, Met Life, dan Youngone (perusahaan Korea yang buat jaket untuk The North Face) sudah memuji iklim bisnis di Bangladesh yang lebih ramah. Menurutnya, ini berkat reformasi pemerintah yang membuat negaranya lebih lincah dan responsif terhadap investasi asing langsung.
"Itu yang membuat kami bisa ubah ketertarikan menjadi investasi yang sebenarnya," ujar Siddiqi.
Tapi, sementara investor semakin lihat pasar berkembang, seorang panelis lain ingatkan mereka untuk lebih hati-hati dalam melihat risiko, khususnya ketika mempertimbangkan Afrika.
"Kita perlu ubah cara pandang ketika bicara tentang benua Afrika. Lihatlah bisnis-bisnis di benua itu dan apa yang sudah mereka capai, dan jadikan itu sebagai acuan Anda," kata Mpumi Madisa, CEO Bidvest Group, sebuah perusahaan jasa, perdagangan, dan distribusi yang tercatat di bursa saham Johannesburg.