Beberapa hari lalu, saya menulis tentang “Melindungi Tenaga Migran, Menjaga Martabat Kemanusiaan” di suatu media nasional. Tulisan tersebut menyoroti betapa pentingnya memastikan perlindungan bagi pekerja migran. Sebagai bagian dari komitmen negara dalam menjaga hak asasi dan martabat mereka.
Dalam tulisan itu, saya menekankan bahwa perlindungan tenaga migran bukan sekadar kewajiban hukum. Tetapi juga cerminan dari bagaimana sebuah bangsa memperlakukan warganya yang berjuang di negeri orang.
Kini, dalam konteks perkembangan teknologi yang semakin pesat, perlindungan pekerja migran harus memasuki babak baru: transformasi digital. Kemajuan teknologi tidak hanya menghadirkan tantangan baru. Tetapi juga peluang besar dalam memperkuat perlindungan dan memberdayakan para pekerja migran secara lebih efektif.
Pekerja migran adalah pahlawan devisa yang sering kali bekerja dalam kondisi rentan. Mereka jauh dari rumah dan menghadapi berbagai tantangan. Mulai dari eksploitasi hingga keterbatasan akses informasi. Perlindungan mereka bukan hanya persoalan hukum dan kebijakan. Ini juga menyangkut martabat kemanusiaan.
Di era digital , tantangan ini sekaligus membuka peluang. Teknologi dapat menjadi alat yang memberdayakan pekerja migran. Memberi mereka akses informasi, perlindungan, dan dukungan yang lebih baik. Namun, tanpa strategi yang tepat, digitalisasi juga bisa menjadi pedang bermata dua. Yaitu menciptakan kesenjangan baru bagi mereka yang belum terjangkau teknologi.
Transformasi Digital untuk Perlindungan Migran
Transformasi digital dalam perlindungan pekerja migran harus dimulai dari hulu ke hilir. Ini mencakup proses perekrutan, keberangkatan, hingga kepulangan. Kemajuan teknologi dapat digunakan untuk memastikan pekerja migran mendapatkan hak-haknya dengan lebih transparan dan adil.
Salah satu inovasi yang perlu dikembangkan adalah sistem pendaftaran dan verifikasi digital bagi calon pekerja migran. Sistem berbasis data yang terintegrasi dapat meminimalkan praktik percaloan dan penipuan. Aplikasi yang menyediakan informasi terkait hukum ketenagakerjaan, kontak kedutaan, hingga mekanisme pengaduan harus diperluas. Semua harus lebih ramah pengguna.
Di negara-negara tujuan, digitalisasi layanan perlindungan menjadi krusial. Kita perlu memastikan pekerja migran memiliki akses ke jalur komunikasi yang aman dengan perwakilan Indonesia. Penguatan sistem pengaduan berbasis digital yang responsif sangat diperlukan. Ini bisa didukung dengan kecerdasan buatan untuk menyaring laporan-laporan darurat. Hal ini bisa menjadi solusi di tengah keterbatasan tenaga pendamping di luar negeri.
Digitalisasi tidak boleh berhenti pada aspek pengawasan dan pengaduan semata. Pemanfaatan teknologi juga perlu diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja migran secara menyeluruh. Pengembangan sistem pembayaran berbasis blockchain dapat memastikan upah dibayarkan tepat waktu. Tanpa potongan yang tidak transparan. Dengan mekanisme ini, risiko eksploitasi keuangan dapat ditekan.