Jumat, 12 September 2025 – 14:03 WIB
Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung mengakui soal kabar penggeledahan apartemen mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.
Baca Juga :
Aksi tersebut sudah dilakukan dua hingga tiga minggu yang lalu di salah satu apartemen di Jakarta. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa dari penggeledahan itu tidak ada uang atau aset yang disita penyidik.
“Yang jelas untuk dokumen-dokumen dulu, sementara,” kata Anang seusai konferensi pers Satgas PKH, Jumat, 12 September 2025.
Baca Juga :
Nadiem Disebut Tak Terima Uang Korupsi Chromebook, Begini Respons Eks Hakim MK
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Anang Supriatna
Photo : ANTARA / Nadia Putri Rahmani
Penggeledahan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Anang menyampaikan bahwa penyidik masih fokus mendalami peran lima tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan. Selain itu, pencarian terhadap Jurist Tan, mantan Staf Khusus Nadiem yang masih buron, terus dilakukan.
Baca Juga :
Komisi VIII DPR Ingatkan Menteri Haji Jangan Korupsi: Jangan Sakiti Perasaan Umat Islam!
Lebih lanjut, Anang tidak menutup kemungkinan kasus ini akan menjerat pihak lain. Menurutnya, penyidik masih terus menggali dan mengembangkan fakta hukum yang ditemukan.
Sebelumnya diberitakan, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menjadi tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook.
“Menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, Kamis, 4 September 2025.
Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Jurist Tan yang merupakan Stafsus Mendikbudristek periode 2020–2024, serta Ibrahim Arief atau IBAM, mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
Selain itu, ada dua pejabat Kementerian, yaitu Sri Wahyuningsih sebagai mantan Direktur SD dan Mulyatsyah mantan Direktur SMP. Keduanya merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek tersebut.
Dari hasil penyelidikan, negara dikabarkan mengalami kerugian hingga Rp1,9 triliun akibat proyek pengadaan digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
Halaman Selanjutnya