Senin, 6 Mei 2024 – 03:48 WIB
Jakarta – Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dengan pangkat taruna tingkat 1 bernama Putu Satria Ananta Rustika tewas karena dianiaya seniornya. Korban asal Bali itu dianiaya seniornya yaitu Tegar Rafli (21), sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga :
Percakapan Terakhir Mahasiswa STIP dan Senior Sebelum Dianiaya
Keluarga korban melalui sang ayah, Ketut Swastika mengapresiasi atas kinerja kepolisian yang sigap menangani kasus kematian putranya. Dia berharap polisi mendalami kasus karena menduga pelaku penganiayaan lebih dari satu orang.
\”Dan, ke depannya berharap biar ditingkatkan siapa tahu masih ada tersangka-tersangka yang lain,\” kata Ketut dalam wawancaranya dengan program Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, dikutip VIVA pada Senin, 6 Mei 2024.
Baca Juga :
Polisi Ungkap 4 Mahasiswa Junior STIP Jakarta Batal Dianiaya Seniornya
Dia mencurigai pelaku lebih dari satu orang merujuk luka-luka lebam di tubuh sang putra. Menurut dia, luka itu terlalu banyak dilakukan oleh seorang pelaku.
\”Berdasarkan dari kelihatan luka-lukanya yang terlalu banyak bagi saya itu. Lebam-lebam. Kurang lebih begitu,\” ujar Ketut.
Baca Juga :
Mahasiswa Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan STIP Dievaluasi hingga Kamera CCTV Ditambah
Polisi saat mendatangi lokasi TKP di STIP, Jakut
Namun, ia menekan biar kepolisian yang mendalami hasil dari autopsi jasad putranya. \”Kurang lebih begitu prakiraan biar kepolisian bisa mendalami hasil autopsi itu,\” sebutnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan selama jadi taruna di STIP, mendiang Putu Satria tak pernah bercerita macam-macam. Dia hanya tahu mendiang anaknya dekat dengan taruna yang berasal dari Bali karena satu kost.
\”Kalau dari anak saya gak pernah cerita. Di kampus baik-baik saja. Gak pernah cerita ada keluhan apapun,\” tuturnya.
Lantas, terkait upaya komunikasi dari STIP ke keluarga, Ketut mengaku belum tahu. Sebab, ia bilang yang terbang ke Jakarta adalah istrinya bersama kakak.
Ketut belum bertanya kepada istri karena dirinya masih sibuk mengurusi persiapan upacara Ngaben untuk sang putra. Pun, masih banyak kerabat yang berdatangan ke kediamannya di Desa Gunaksa, Klungkung, Bali.
\”Belum sempat saya tanyakan soalnya kan masih ramai tamu dan sahabat-sahabat di rumah,\” ujar Ketut.
Ketut berharap agar kepolisian bekerja keras dalam mengungkap kasus penganiayaan terhadap anaknya. Dia juga minta pihak kampus STIP bisa bertanggungjawab atas peristiwa penganiayaan yang merenggut nyawa Putu Satria.
\”Begitu juga dari pihak kampus agar memberikan penjelasan dan tanggungjawab atas kematian anak saya,\” tutur Ketut.
Pihak kepolisian yaitu Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan sebelumnya menjelaskan tragedi penganiayaan itu berawal saat korban Putu dan empat rekannya mengikuti tradisi taruna di kamar mandi pada Jumat pagi, 3 Mei 2024 sekitar pukul 07.55 WIB.
Gidion mengatakan adanya tradisi taruna ini karena menurut perspektif senior ada kesalahan yang dilakukan juniornya. Hal itu berujung dikumpulkannya junior di kamar mandi.
Saat itu, korban Putu dapat yang pertama dipukul seniornya. Nah, tersangka Tegar merupakan senior pertam yang memukul korban di bagian ulu hati sebanyak lima kali.
Usai menerima lima pukulan itu, korban Putu terjatuh lalu kehilangan kesadaran. Insiden itu membuat empat rekan korban tak ikut dianiaya seniornya.
Korban Putu sempat dibawa ke RS Taruna Jaya. Namun, nyawa korban tak tertolong sehingga RS tersebut melapor ke polisi ada kasus kematian di STIP.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, dia mengatakan selama jadi taruna di STIP, mendiang Putu Satria tak pernah bercerita macam-macam. Dia hanya tahu mendiang anaknya dekat dengan taruna yang berasal dari Bali karena satu kost.