loading…
Muhsin Hendricks, imam gay pertama dittembak di Mati di Afrika Selatan. Foto/X/@yenijournal
CAPE TOWN – Muhsin Hendricks, imam gay pertama di dunia, ditembak mati dalam sebuah serangan mobil di Afrika Selatan .
Hendricks, yang mengelola sebuah masjid yang mendukung kaum Muslim yang terpinggirkan, menghadapi tantangan yang signifikan sejak mengungkapkan seksualitasnya. Pihak berwenang mendesak penyelidikan menyeluruh di tengah kekhawatiran akan kejahatan rasial.
Muhsin Hendricks, imam gay pertama di dunia, ditembak mati pada hari Sabtu saat ia bepergian dengan mobil bersama orang lain di Afrika Selatan.
Menurut polisi, tersangka tak dikenal dengan wajah tertutup keluar dari kendaraan dan mulai melepaskan beberapa tembakan ke arah mobil yang ditumpangi imam. Kemudian pengemudi menyadari bahwa Hendricks tertembak dan tewas, ADP melaporkan.
Melansir BBC, dalam sebuah video, yang beredar di platform media sosial, mobil imam itu dihadang oleh kendaraan lain. Saat mobil Hendrick mencoba berbalik setelah dihadang, seorang pria keluar dari kendaraan dengan wajah tertutup dan mulai melepaskan beberapa tembakan. Setelah melepaskan tembakan, penyerang meninggalkan tempat kejadian perkara dengan kendaraannya.
Laporan menunjukkan Hendricks tewas setelah memimpin upacara pernikahan lesbian, meskipun hal ini masih belum dikonfirmasi.
Siapa Muhsin Hendricks?
1. Mengelola Sebuah Masjid di Cape Town
Melansir Times of India, pemimpin agama berusia 57 tahun itu mengelola sebuah masjid di Cape Town yang berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi kaum gay dan Muslim terpinggirkan lainnya. Afrika Selatan memelopori perlindungan konstitusional terhadap diskriminasi orientasi seksual dan melegalkan pernikahan sesama jenis pada tahun 2006, menjadi negara pertama di Afrika yang melakukannya.
Meskipun komunitas LGBT aktif, diskriminasi dan kekerasan terus berlanjut, di samping salah satu tingkat pembunuhan tertinggi di dunia.
Hendricks mengungkapkan seksualitasnya pada tahun 1996, yang menyebabkan pergolakan besar di komunitas Muslim Cape Town. Tahun itu, ia mendirikan The Inner Circle untuk mendukung Muslim queer sebelum mendirikan masjid Masjidul Ghurbaah yang inklusif, menurut BBC.
2. Tidak Takut Mati
Sebuah film dokumenter tahun 2022 berjudul The Radical menampilkannya yang menyatakan tentang ancaman yang diterima: \”Kebutuhan untuk menjadi otentik lebih besar daripada rasa takut untuk mati.\”
Ia secara konsisten mempromosikan dialog antaragama dan mengatasi tantangan kesehatan mental yang dihadapi oleh individu LGBTQ+ dalam lingkungan keagamaan.
Baca Juga: Erdogan Galang Kekuatan Lawan Pencaplokan Gaza
3. Kematiannya Menimbulkan Duka di kalangan Kaum Gay dan Lesbi
Julia Ehrt, yang memimpin Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans, dan Interseks Internasional (Ilga), mendesak pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap \”apa yang kami khawatirkan sebagai kejahatan kebencian\”.