Serukan Peran Negara, CFIST Soroti Kasus Intoleransi yang Kian Marak

loading…

Direktur CFIRST Arif Mirdjaja mendorong peran negara dalam menangani kasus intoleransi. Foto/SindoNews

SUKABUMI – Center for Inter-Religious Studies and Traditions (CFIRST) menyesalkan aksi intoleransi yang diduga dilakukan warga di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat saat kegiatan keagamaan umat Kristen pada Jumat, 27 Juni 2025. Apapun alasannya, tindakan intoleransi tidak bisa diterima menurut Konstitusi dan UUD sebagai dasar negara.

“Kebebasan beragama adalah hak mutlak yang harus dihormati dan dijamin,” kata Direktur CFIRST Arif Mirdjaja kepada Sindonews Minggu (29/6/2025).

Menurut Arif, kejadian di Desa Tangkil ini menambah daftar panjang kasus intoleransi di Indonesia. Arif mengatakan, belum ada data pasti soal jumlah kasus intoleransi sepanjang 2025, tapi berdasar temuan Setara Institute di 2024, ada 74 kasus intoleransi yang diduga melibatkan masyarakat serta diskriminasi oleh negara.

Baca juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying

Arif menambahkan, aksi intoleransi bukannya berkurang malah terus meningkat. Negara seolah kalah dan diam saja, bahkan tutup mata. Bagaimana tidak, kasus di Desa Tangkil terjadi di depan aparat pemerintah yang ada di lokasi.

MEMBACA  Desa Emas Pekerja Migran Diresmikan di Jawa Tengah