Pionir Sephia Jangkup sebagai dokter perempuan pertama dari suku Amungme

Manokwari (ANTARA) – Suku Amungme di wilayah Papua Indonesia merayakan tonggak sejarah pada 10 Januari 2025, ketika Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyelenggarakan upacara pengucapan sumpah dokter di Jakarta.

Sephia Chrisila Jangkup membuat sejarah sebagai wanita pertama yang secara resmi diakui sebagai dokter dari suku yang berasal dari Mimika, Provinsi Papua Tengah. Berasal dari Desa Aroanop, Kecamatan Tembagapura, Sephia mengucapkan sumpah profesinya bersama 44 dokter muda lainnya pada hari itu.

Ia memperoleh gelar dokter setelah menyelesaikan 3,5 tahun studi kedokteran di Fakultas Kedokteran UKI, diikuti dengan program magang klinis dua tahun dan lulus ujian kompetensi profesional.

Lahir pada 15 September 2000, dari Oktovian Jangkup dan Elsye Klarce Rahakbauw di Sukabumi, Jawa Barat, dokter muda tersebut memulai tahun akademiknya di UKI pada tahun 2018 dan menyelesaikan studinya dengan IPK 3,57.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena memungkinkan saya menjadi wanita Amungme pertama yang memperoleh gelar dokter. Saya menyampaikan pencapaian ini kepada orang tua saya, masyarakat Amungme dan Kamoro, dan semua yang telah mendukung saya,” ujarnya saat dihubungi dari Manokwari, Papua Barat, pada 16 Januari.

Menjadi seorang dokter telah menjadi impian masa kecilnya. Sebagai seorang anak, Sephia sering bermain dengan mainan yang menyerupai alat dan peralatan medis, seperti stetoskop dan suntikan, yang diberikan orang tuanya.

Keteguhan tekad Sephia untuk menjadi seorang dokter semakin kuat saat ia mengambil jurusan IPA di SMA Lokon St. Nikolaus di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, di mana ia selalu menduduki peringkat pertama di kelas setiap tahun akademik.

Lebih lanjut, setelah lulus pada tahun 2018, ia diakui sebagai murid terbaik ketiga dalam kohortnya karena kinerja akademisnya yang luar biasa.

MEMBACA  Bahlil mengatakan anggaran subsidi listrik akan diperluas sebesar 23% tahun depan

Wanita Amungme berusia 24 tahun ini mengaitkan kesuksesannya dalam menjadi seorang dokter dengan dukungan yang diterimanya dari Yayasan Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) serta PT Freeport Indonesia (PTFI), anak perusahaan dari perusahaan pertambangan BUMN MIND ID.

Ia telah menjadi penerima program beasiswa yang diberikan oleh YPMAK dan PTFI sejak SMP.

“Biaya studi kedokteran di UKI berkisar antara Rp200 juta hingga Rp300 juta, sementara biaya program magang klinis mencapai Rp400 juta, belum lagi biaya tambahan. Untungnya, saya mendapatkan beasiswa dari YPMAK dan PTFI,” ujarnya.

Mengenang prestasinya, Sephia mengungkapkan harapannya bahwa kisah keberhasilannya akan menginspirasi bakat muda dari suku asli Papua, khususnya Amungme dan Kamoro, untuk berjuang untuk mencapai kesuksesan dan mewujudkan ambisi mereka.

“Ketekunan, semangat, kerja keras, dan iman kepada Tuhan akan selalu membawa seseorang menuju kesuksesan,” katanya.

Dengan telah memperoleh gelar dokter, Sephia berencana untuk mendaftar dalam program magang satu tahun yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan untuk memperoleh sertifikat registrasi (STR) dokter.

Ia sangat ingin segera mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya ke dalam praktik, memanfaatkannya untuk melayani masyarakat Amungme dan Kamoro di Mimika.

“Kami, di Mimika, telah menghadapi kekurangan dokter yang parah. Sebagai putri daerah ini, adalah tanggung jawab saya untuk melayani warga. Mungkin saya akan bergabung dengan Rumah Sakit Mitra Masyarakat dan kemudian Rumah Sakit Waa Banti di Timika,” katanya.

Dua rumah sakit tersebut didirikan dengan dana yang dihasilkan dari kerjasama antara YPMAK dan PTFI.

Prestasi Sephia dalam menyelesaikan studi kedokterannya mendapat pujian dari Direktur PTFI Claus Wamafma, yang menyatakan bahwa keberhasilannya telah membawa kebanggaan bagi masyarakat Amungme dan Kamoro.

MEMBACA  Israel menyelidiki setelah prajuritnya difilmkan melemparkan jenazah dari atap

“Titik unik dari kisah sukses Sephia Jangkup adalah kenyataan bahwa ia adalah wanita pertama (Amungme) yang menjadi dokter. Pencapaian ini bersifat historis, karena mungkin dapat membantu Papua mengatasi kekurangan dokternya,” tegasnya.

Sephia mengikuti jejak Beanal, yang merupakan individu pertama dari suku Amungme yang menjadi dokter. Setelah menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 2023, Beanal kini sedang menempuh gelar magister dalam manajemen rumah sakit.

“Tahun depan, kita akan mendapatkan dokter baru lainnya, yang saat ini sedang menjalani program magang klinis di Fakultas Kedokteran UKI di Jakarta. Semoga semuanya berjalan sesuai harapan. Kami akan terus bekerja tanpa lelah untuk meningkatkan kualitas anak-anak asli Papua, terutama mereka yang lahir di antara suku Amungme dan Kamoro,” ujar Wamafma.

Ia menekankan bahwa PTFI akan mempertahankan kerjasamanya dengan YPMAK dan pemangku kepentingan lain di Mimika untuk menyediakan layanan kesehatan yang lebih baik bagi penduduk setempat.

“Kami senang bahwa perjalanan panjang kami telah menghasilkan munculnya bakat-bakat asli Papua yang mampu menyelesaikan studi kedokteran. Semoga mereka akan kembali (ke Papua) untuk melayani masyarakat dengan keterampilan medis mereka,” tutupnya.

PTFI telah berperan penting dalam mendukung operasional rumah sakit dan klinik yang terletak di daerah pantai dan pegunungan Mimika. Fokus sekarang beralih ke memastikan fasilitas kesehatan ini dilengkapi dengan dokter dan perawat yang berkualifikasi yang mereka butuhkan.

Berita terkait: Dokter-dokter TNI, mahasiswa melayani warga di dekat perbatasan Indonesia-PNG

Berita terkait: Unipa Papua Barat menargetkan 100 dokter lulusan pada 2025

Editor: Rahmad Nasution
Hak cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar