Perwakilan Indonesia di Sidang ke-79 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA 79) meninggalkan ruangan sebagai protes sebelum pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Para delegasi meninggalkan kursi mereka ketika Netanyahu mendekati podium untuk berbicara di Majelis pada Jumat, 27 September, waktu setempat.
Suasana di Majelis menjadi gaduh ketika para delegasi meninggalkan kursi mereka, sehingga Presiden Majelis Philemon Yang meminta agar dijaga ketertiban.
Delegasi dari beberapa negara lain, termasuk Kuwait, Iran, Pakistan, Malaysia, dan Kuba, bergabung dengan Indonesia dalam protes ini.
Negara-negara tersebut termasuk dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Liga Arab, dan Gerakan Non-Blok (NAM), yang mendukung perjuangan Palestina.
Pesan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, selama UNGA 79 terutama difokuskan pada isu Palestina, yang dia sampaikan selama forum multilateral atau pertemuan bilateral.
Pada pertemuan menteri mengenai situasi di Gaza pada hari Kamis (26 September) kemarin, dia menekankan bahwa pengakuan kedaulatan Palestina sangat penting untuk memberikan harapan kepada rakyat Palestina.
\”Hal ini juga merupakan langkah penting menuju solusi dua negara. Yang terpenting, ini adalah satu-satunya cara untuk memberikan tekanan politik kepada Israel untuk mengakhiri kekejaman mereka,\” tegasnya.
Marsudi mengkritik negara-negara yang menunda pengakuan Palestina, menunggu \”waktu yang tepat.\”
\”Kapan waktu yang tepat? Bagi saya, waktu yang tepat adalah sekarang. Waktu yang tepat adalah sekarang,\” tegasnya.
\”Kita tidak ingin menunggu sampai seluruh Palestina tergusur, sampai 100 ribu orang terbunuh, untuk mengatakan bahwa inilah waktu yang tepat,\” katanya.
Marsudi juga menekankan perlunya mendesak untuk melaksanakan Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24, yang meminta akhir dari pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina, dan pentingnya dukungan terus-menerus terhadap UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.