Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa pemerintah telah menunda sertifikasi halal wajib untuk produk hingga tahun 2026, khususnya untuk usaha mikro dan kecil.
“Pak Presiden telah memutuskan bahwa untuk makanan, minuman, dan lainnya, implementasinya akan ditunda, tidak (Oktober) 2024 tapi 2026,” ujarnya setelah rapat terbatas mengenai sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Rabu.
Ia menginformasikan bahwa usaha mikro adalah yang penjualannya berada dalam kisaran Rp1 miliar hingga Rp2 miliar per tahun.
Usaha kecil adalah yang penjualannya mencapai hingga Rp15 miliar per tahun.
Ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut juga ditunda untuk produk di kategori tradisional, herbal, dan obat-obatan lainnya, kosmetik dan produk kimia, aksesoris, barang rumah tangga, dan alat medis.
Sementara itu, untuk usaha menengah dan besar, kebijakan sertifikasi halal wajib akan diterapkan pada bulan Oktober.
Salah satu pertimbangan untuk menunda persyaratan sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil adalah bahwa pencapaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai sedikit di atas 4 juta dibandingkan dengan target 10 juta sertifikasi.
Untuk produk dari negara lain, kewajiban sertifikasi halal akan berlaku setelah negara-negara tersebut menandatangani perjanjian pengakuan saling (MRA).
“Menurut laporan dari Menteri Agama, 16 negara telah menandatangani MRA,” katanya.
Hartarto lebih lanjut mengatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya untuk usaha yang memiliki nomor induk berusaha (NIB).
Oleh karena itu, pemerintah mendorong pedagang kaki lima untuk mendapatkan NIB sebagai persyaratan untuk sertifikasi halal.
Berita terkait: Sertifikasi halal produk UMKM wajib mulai Oktober: kementerian
Berita terkait: Kementerian Pariwisata mempercepat implementasi aturan sertifikasi halal
Berita terkait: Wakil Presiden Amin mendorong sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman
Translator: Rangga Pandu, Raka Adji
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024