Pemilihan regional: Pengadilan mengurangi ambang batas untuk mencalonkan kandidat

Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Konstitusi telah merevisi ambang batas untuk mencalonkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Mahkamah mengubah Pasal 40(1) Undang-Undang Nomor 10/2016, yang sebelumnya meminta partai untuk mendapatkan 25 persen suara atau 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mencalonkan kandidat. Putusan tersebut memungkinkan partai politik tanpa kursi DPRD untuk mencalonkan pasangan kandidat. Mahkamah menentukan bahwa jumlah suara sah di suatu daerah akan menentukan kelayakan partai politik atau koalisi untuk mengajukan kandidat.

“Kami telah sebagian memenuhi permintaan para penggugat,” Ketua Mahkamah Agung Suhartoyo mengumumkan di Ruang Sidang Penuh Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa, saat membacakan keputusan dalam sebuah kasus yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Dalam petisi tersebut, Partai Buruh diwakili oleh presidennya Said Iqbal dan sekretaris jenderalnya Ferri Nurzali. Partai Gelora diwakili oleh ketua umumnya Muhammad Anis Matta dan sekretaris jenderalnya Mahfuz Sidik.

Ambang batas baru akan didasarkan pada jumlah penduduk pemilih provinsi atau kabupaten, dan akan berkisar dari 6,5 persen hingga 10 persen. Aditya Perdana, seorang dosen ilmu politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), mencatat bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi akan mengubah lanskap politik di beberapa daerah.

Putusan tersebut juga diharapkan dapat menciptakan peluang baru bagi calon kepala daerah yang sebelumnya sudah putus asa untuk mendapatkan nominasi partai. Selain itu, keputusan Mahkamah tersebut bisa memungkinkan calon seperti itu menemukan partai yang bersedia mendukung pencalonan mereka.

“Karena prevalensi koalisi besar, banyak calon menghadapi kesempatan terbatas,” katanya. Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya akan berdampak pada calon seperti Anies Baswedan atau PDIP, yang ditinggalkan oleh koalisi besar dalam pemilihan Jakarta, tetapi juga akan menciptakan gerakan politik dan dinamika yang luas bagi calon yang belum memiliki kesempatan dalam pembangunan koalisi yang ada.

MEMBACA  Kekuatan Hukum di Indonesia Melemah

Ketua DPP PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menggambarkan keputusan yang mengubah ambang batas untuk nominasi kepala daerah sebagai napas segar dan harapan baru bagi partainya untuk ikut serta dalam kontes Pilkada Jakarta 2024.

“Pagi ini kami mendapat napas segar, mendapat harapan baru, tentu kami berjuang,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa. Sementara itu, elit PDIP lainnya, Deddy Sitorus, menyambut perubahan dalam regulasi yang akan memungkinkan lebih banyak partai politik untuk mencalonkan kandidat mereka dalam Pilkada Serentak 2024.

“Putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki partai politik yang ingin menculik demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi kotak kosong,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta pada hari Selasa.

“Putusan ini harus dilihat secara positif karena menjamin kehadiran lebih dari satu pasang kandidat dalam pemilihan daerah dan provinsi. Semakin banyak kandidat, semakin banyak pilihan pemimpin kandidat yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat,” tambahnya. Berita terkait: Ridwan Kamil menjabarkan visi ‘Jakarta Baru’ setelah pemindahan ibu kota Berita terkait: Kementerian Indonesia menetapkan empat indikator kunci untuk Pilkada sukses Berita terkait: Putusan sengketa pemilihan MK membuktikan ketidakbersalahan pemerintah

Translator: Fath Putra Mulya, Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024