Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kesehatan Indonesia mengonfirmasi ada 733 kasus perundungan (bullying) dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) per 15 Agustus, kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Jumat.
Kasus-kasus ini terverifikasi dari 2.920 laporan yang masuk melalui platform pelaporan kementerian, yang jumlahnya melonjak setelah masyarakat protes atas insiden perundungan di lembaga kedokteran yang viral.
“Setelah diverifikasi, 733 laporan memenuhi kriteria perundungan,” ujar Budi dalam sebuah seminar nasional tentang pencegahan perundungan, korupsi, dan kekerasan seksual di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Dari kasus yang dikonfirmasi, 433 terjadi di fasilitas kesehatan dan lembaga kedokteran di bawah otoritas Kemenkes. Sisanya berasal dari rumah sakit non-kementerian (84), fakultas kedokteran (84), dan lembaga tidak teridentifikasi (34).
RSUP Prof. Dr. Kandou di Manado mencatat kasus perundungan tertinggi antara 2023 dan 2025 dengan 84 laporan, disusul RSUP Hasan Sadikin di Bandung (83), RSUP IGN Ngoerah di Bali (43), RSUP Sardjito di Yogyakarta (39), dan RSUPN Cipto Mangunkusumo di Jakarta (37).
Di antara rumah sakit umum daerah (RSUD), laporan tertinggi berasal dari RSUD Zainal Abidin di Banda Aceh (31), RSUD Dr. Moewardi di Surakarta (21), RSUD Saiful Anwar di Malang (18), RSUD Dr. Soetomo di Surabaya (12), serta RSUD Arifin Achmad di Riau (9).
Menteri menekankan dampak serius dari perundungan terhadap peserta program spesialis ini. Dalam beberapa survei internal, banyak peserta mengungkapkan tekanan mental yang sangat berat yang mereka alami, sampai-sampai ada yang ingin mengakhiri hidupnya, catat dia.
“Masalah ini harus ditangani dengan sangat serius. Diperlukan program khusus untuk melindungi kesehatan mental peserta,” ujarnya.