Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kebudayaan memberikan perhatian khusus untuk mengembangkan aturan tentang kekayaan intelektual (KI) warisan budaya. Hal ini dianggap sebagai fondasi penting untuk memperkuat daya saing ekonomi dan memperkaya warisan budaya bangsa.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menekankan pentingnya mengatur KI warisan budaya untuk menghasilkan manfaat ekonomi sekaligus melestarikan nilai budayanya.
Dia mencatat bahwa banyak pelaku kreatif mampu mengembangkan produk KI yang terinspirasi dari warisan budaya, tetapi kerangka regulasi yang tepat diperlukan agar negara juga bisa mendapatkan manfaat dari penggunaannya.
“KI itu sangat penting. Banyak orang bisa menciptakan KI berdasarkan warisan budaya. Kalau dilakukan secara positif, hal ini dapat berkontribusi pada pengembangan warisan, tetapi harus diatur supaya negara juga bisa mendapat keuntungan dari penggunaan KI tertentu,” ujarnya di sini, pada hari Kamis.
Fadli menyoroti bahwa pengelolaan KI warisan budaya sangat terkait dengan peran budaya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Kementerian, tambahnya, berkomitmen tidak hanya untuk melindungi KI budaya dari penyalahgunaan, tetapi juga untuk memetakan potensinya sebagai sumber nilai ekonomi.
Dia menjelaskan bahwa Kementerian akan membuka kolaborasi lintas sektor secara luas untuk merancang regulasi KI budaya yang menguntungkan bangsa secara ekonomi sambil mencegah apropriasi budaya yang tidak tepat.
Direktur Pengembangan Budaya Digital di Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal, menguatkan pandangan Menteri. Dia menekankan bahwa budaya berperan sebagai fondasi hulu dari pembangunan nasional.
“Pembangunan ekonomi harus berakar pada nilai-nilai, dan nilai-nilai itu terdapat dalam budaya,” ujarnya dalam diskusi kelompok terfokus bertajuk Sinergi Budaya dan Ekonomi: Membangun Ekosistem Ekonomi Berbasis Budaya yang Berkelanjutan.
“Diskusi ini bukan sekadar pertemuan, tetapi upaya untuk merencanakan langkah bersama agar budaya diposisikan sebagai lebih dari sekadar unsur identitas,” tambahnya.
Dia juga mengatakan forum ini diharapkan dapat menghasilkan sejumlah hasil penting.
Ini termasuk visi bersama bahwa budaya berfungsi sebagai landasan pembangunan ekonomi nasional, bersama dengan strategi kolaboratif yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya dengan inovasi dan teknologi digital.
Forum ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam ekonomi budaya, membangun kemitraan pemerintah-swasta untuk memperkuat rantai nilai budaya dari preservasi hingga pemasaran global, serta membuat peta jalan bersama untuk meningkatkan kontribusi budaya terhadap pertumbuhan nasional dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030.
Sementara itu, Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jakarta, Ricky Pesik, menekankan perlunya pergeseran paradigma dan tata kelola yang terstruktur untuk memperkuat ekonomi budaya.
Dia mencatat bahwa Indonesia sudah memiliki kerangka hukum yang solid yang mendukung sinergi antara budaya dan ekonomi melalui beberapa undang-undang, termasuk UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan UU No. 28 Tahun 2024 tentang Hak Cipta.
Ricky menunjuk pada transisi global menuju ekonomi digital yang telah menjadi pendorong utama pertumbuhan industri kreatif.
Dalam konteks ini, keberagaman budaya dan bonus demografi Indonesia memposisikan bangsa ini sebagai calon kekuatan besar kekayaan intelektual di Asia.
“Dengan bonus demografi dan keragaman budayanya yang kaya, Indonesia akan terus memegang posisi kuat sebagai kekuatan baru di bidang kekayaan intelektual,” ujarnya.
Inisiatif Kementerian Kebudayaan untuk memperkuat regulasi KI budaya diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam membangun ekonomi yang berakar pada nilai-nilai dan identitas budaya, mengubah warisan menjadi sumber kesejahteraan nasional yang berkelanjutan.