Kamis, 18 September 2025 – 21:32 WIB
Jakarta, VIVA – Mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Kosasih dituntut hukuman penjara 10 tahun atas kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen pada tahun 2019.
Baca Juga :
KPK Akan Cek LHKPN Arlan Wali Kota Prabumulih yang Anaknya Bawa Mobil ke Sekolah, Hartanya Capai…
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gilang Gemilang menyatakan Kosasih terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Tuntutan pidana penjara tersebut dikurangi dengan masa terdakwa sudah ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” kata JPU saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Baca Juga :
Ketua DPR Filipina Mundur di Tengah Isu Korupsi Infrastruktur
Selain hukuman penjara, Kosasih, yang dalam kasus ini diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen tahun 2019, juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta. Jika denda tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Kemudian, JPU juga menuntut Kosasih untuk membayar uang pengganti sebesar Rp29,15 miliar; 127.057 dolar AS; 283.002 dolar Singapura; 10 ribu euro; 1.470 baht Thailand; 30 poundsterling; 128 ribu yen Jepang; 500 dolar Hong Kong; dan 1,26 juta won Korea.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun,” ujar JPU.
Dalam sidang yang sama, juga dibacakan tuntutan untuk Direktur Utama PT IIM periode 2016–2024 Ekiawan Heri Primaryanto, yang didakwa melakukan korupsi bersama Kosasih.
Ekiawan dituntut hukuman penjara 9 tahun 4 bulan, denda Rp500 juta atau kurungan 6 bulan, serta membayar uang pengganti senilai 253,66 dolar AS atau pidana penjara 2 tahun.
Kedua terdakwa dituntut berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU mempertimbangkan perbuatan kedua terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta memberikan keterangan berbelit-belit di sidang sehingga mempersulit pembuktian, sebagai hal yang memberatkan.
Sementara itu, fakta bahwa mereka belum pernah dihukum sebelumnya menjadi pertimbangan peringan.
Dalam kasus ini, Kosasih dan Ekiawan didakwa merugikan negara sebesar Rp1 triliun. Keduanya diduga bersama-sama melakukan investasi fiktif untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Secara rinci, kasus ini diduga memperkaya Kosasih senilai Rp28,45 miliar, 127.037 dolar AS, 283 ribu dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 poundsterling, 128 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea.
Ekiawan diduga diperkaya sebesar 242.390 dolar AS. Selain mereka, tindak pidana ini juga diduga memperkaya Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta, PT Insight Investment Management (IIM) Rp44,21 miliar, dan PT Pacific Sekuritas Indonesia Rp108 juta.
Pihak lain yang diduga ikut diperkaya yaitu PT KB Valbury Sekuritas Indonesia senilai Rp2,46 miliar, Sinar Emas Sekuritas Rp44 juta, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (TPSF) Rp150 miliar.
Kedua terdakwa terancam hukuman berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant)
Halaman Selanjutnya
Adapun JPU mempertimbangkan perbuatan kedua terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi serta berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan sehingga mempersulit pembuktian, sebagai hal yang memberatkan tuntutan terhadap Kosasih dan Ekiawan.