Komisi DPR Bentuk Panitia Khusus untuk Reformasi Lembaga Penegak Hukum

Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI akan membentuk panitia kerja khusus untuk mengawasi reformasi di tubuh kepolisian, Kejaksaan Agung, dan lembaga peradilan, kata seorang anggota dewan pada hari Jumat.

Ketua Komisi III Habiburokhman mengatakan langkah ini merespon kekhawatiran publik yang meluas terhadap ketiga lembaga tersebut.

Dia menambahkan bahwa panel tersebut, yang dikenal sebagai “Panja Reformasi,” akan memanggil para kepala instansi pada Selasa depan, setelah itu pembentukannya akan disahkan secara resmi.

“Kami ingin menangani masalah-masalah yang melibatkan oknum aparat agar sistem peradilan bisa memberikan penegakan hukum dan keadilan yang berkualitas,” ujar Habiburokhman.

Pembentukan panitia ini mengikuti upaya pemerintah baru-baru ini untuk mereformasi kepolisian.

Pada 7 November, Presiden Prabowo Subianto secara resmi membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polisi, dengan menunjuk 10 anggota yang dipimpin oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie.

Anggota lainnya termasuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, penasihat keamanan presiden Ahmad Dofiri, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, dan Wakil Menteri Koordinator Otto Hasibuan.

“No Viral, No Justice”

Seperti dilaporkan ANTARA, kekecewaan publik atas lemahnya penegakan hukum tercermin dalam frasa “no viral, no justice” di Indonesia.

Istilah ini mengacu pada kasus-kasus di mana korban hanya melihat tindakan berarti setelah situasi mereka menjadi viral di media sosial.

Salah satu kasus terkenal pada 2024 melibatkan seorang pekerja toko roti berusia 19 tahun di Cakung, Jakarta Timur, yang bernama DAD. Dia diduga dianiya oleh anak pemilik toko roti, GHS, yang menyoroti kekerasan di tempat kerja yang melibatkan orang-orang yang terhubung dengan bisnis tersebut.

Meskipun DAD melaporkan insiden itu pada Oktober 2024, pihak berwenang baru merespons dengan memadai setelah video penganiayaan tersebut viral pada Minggu, 15 Desember.

MEMBACA  DJ Panda Hubungan Intim 2 Kali dengan Erika Carlina, Rendy Kjaernett 'Diberhentikan' dari Jabatan Pendeta?

Meskipun telah melaporkan berkali-kali sebelumnya, dia baru mendapat perhatian serius dari penegak hukum setelah kasusnya mendapatkan sorotan publik.

Di tengah keprihatinan ini, pengamat politik Boni Hargens mengusulkan reformasi sistemik melalui sistem peradilan dual control, di mana polisi tetap menjadi otoritas penyelidik utama sementara jaksa bertindak sebagai pengontrol peradilan.

“Ini menciptakan mekanisme pengawasan timbal balik,” kata Boni, guna memastikan penyelidikan mematuhi hukum sambil menjaga checks and balances antar lembaga.

Dalam model dual control, polisi akan mengumpulkan bukti dan mengidentifikasi tersangka sesuai dengan KUHAP, sementara jaksa meninjau kasus untuk memastikan keabsahan dan kelengkapannya sebelum persidangan.

Boni mengatakan sistem ini memberikan kerangka kerja yang jelas dan terukur untuk menyeimbangkan kekuasaan kedua lembaga dan meningkatkan akuntabilitas.

Berita terkait: Pemerintah Indonesia minta penegakan hukum bersama untuk undang-undang perlindungan data

Berita terkait: Yusril soroti ketimpangan sosial ekonomi dalam penegakan hukum

Berita terkait: Presiden Prabowo yakin penegak hukum akan berikan keadilan yang tidak memihak

Penerjemah: Bagus AR, Rahmad Nasution
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025