Kamis, 30 Oktober 2025 – 17:01 WIB
Jakarta, VIVA – Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna memberikan sindiran pedas tentang penegakan hukum di Indonesia.
Hal ini disampaikan Nanan dalam Sarasehan dan Dialog Kebangsaan untuk memperingati Hari Jadi ke-74 Humas Polri di PTIK, Jakarta Selatan, Kamis 30 Oktober 2025.
“Ada anekdot dulu, kalau kasus perdata itu menang-kalah. Kalau pidana itu benar-salah. Sekarang pidana pun menang-kalah juga. Karena tidak jujur, tidak benar. Begitu anekdotnya,” kata Nanan.
Melalui sindiran ini, Nanan menyoroti perubahan nilai dalam penegakan hukum yang menurutnya sekarang lebih mencari pihak yang menang, bukan kebenaran.
Baca Juga:
Temui Wassidik Bareskrim Polri, Pihak Arya Daru: Kasus Sudah Sampai Meja Presiden
Ilustrasi borgol untuk pelaku kejahatan.
Ia mengingatkan bahwa ukuran ‘benar’ seharusnya tidak bisa ditawar lagi, karena ini menyangkut legitimasi moral dan profesional seorang aparat penegak hukum.
“Benar itu harus juridis-prosedural harus benar, teknis-proporsional harus benar, etis-proporsional itu tiga hal. Itu legitimasi. Legal bisa diatur-atur, diketok hakim, MA ketok legal. Legitimasi tidak dapat,” tegasnya.
Nanan kemudian menyinggung pengalamannya saat ikut menyusun pembaruan Kode Etik Polri.
Waktu itu, ia mendorong agar dimasukan tiga prinsip utama dalam etika Bhayangkara yaitu lima tampilan kepemimpinan Polri, tujuh karakter anggota Polri, dan integritas defender yaitu keberanian untuk menolak perintah atasan jika perintah itu salah.
“Tiga hal itu saya ingin menambahkan di kode etik Polri yang baru saat itu. Sebagai jawabannya, hilangnya kata kejujuran,” katanya.
Nanan menilai, hilangnya kejujuran ini membuat arti penegakan hukum berubah menjadi hanya arena kompetisi.
Ia menekankan, kejujuran dan kebenaran harus menjadi dua pilar utama dalam setiap tindakan aparat.
“Kejujuran adalah integritas diri, kebenaran adalah integritas realitas. Jujur soal diri, benar soal realitas. Salah satu tidak benar, pasti masalah,” tutur Nanan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung kembali strategi reformasi Polri 2005–2025 yang dirancang dengan tiga pilar yaitu trust building, partnership building, dan strive for excellence.
Tetapi, Nanan menilai, semangat reformasi itu mulai kehilangan arah.
“Kepercayaan tak tumbuh tanpa kejujuran. Kemitraan, networking, rapuh tanpa nilai. Keunggulan, strive for excellence, kosong tanpa moral. Itu yang terjadi sekarang mungkin. Jadi, tanpa jujur, tanpa nilai, tanpa moral. Sehingga untrust,” ujarnya.
Ia berpesan bahwa reformasi sejati tidak berhenti pada perubahan struktur, tetapi harus menyentuh sisi budaya dan moral kepolisian.
“Reformasi sejati bukan mengganti struktur, tetapi menghidupkan kultur yang sudah ada di Tribrata, Catur Prasetya, dan Kode Etik Polri,” kata Nanan.
tvOnenews/Rika Pangesti
Baca Juga:
Prabowo Sebut Negara Barat Merasa Aneh Polri Urus Pangan: Ini Indonesia Bung!
Polri Gercep Tindaklanjuti Perintah Prabowo Berantas 3 Kejahatan, Buat Kerja Sama dengan Arab Saudi
Prabowo menetapkan tiga fokus utama dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan hukum Indonesia, yaitu pemberantasan narkotika, penyelundupan dan judi online.
VIVA.co.id
30 Oktober 2025