Keputusan amandemen konstitusi tidak final: Ketua MPR

Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyatakan bahwa meskipun partai-paritai parlemen memiliki aspirasi untuk amandemen terhadap Konstitusi 1945, keputusan mengenai hal tersebut belum final.

Soesatyo juga menjelaskan bahwa ia tidak pernah mengatakan bahwa partai-partai politik setuju untuk melakukan amandemen, karena konsensus untuk hal tersebut belum tercapai.

\”Saya hanya berbicara tentang aspirasi (dari partai politik) untuk mempertimbangkan amandemen menyeluruh terhadap Konstitusi 1945. Saya tidak mengatakan bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen,\” jelas Soesatyo seperti yang tertera dalam pernyataan yang diterima di sini pada hari Jumat (7 Juni).

Pembicara tersebut berupaya untuk membantah laporan yang diajukan terhadapnya oleh seorang mahasiswa bernama Azhari kepada Dewan Kehormatan parlemen pada hari Kamis (6 Juni). Azhari melaporkan Soesatyo karena secara menyesatkan mengklaim bahwa semua fraksi parlemen telah setuju untuk mengamandemen Konstitusi.

Soesatyo menyatakan bahwa aspirasi untuk amandemen konstitusi telah disampaikan oleh tokoh-tokoh nasional, yang mengharapkan agar parlemen secara komprehensif mempertimbangkan potensi amandemen dengan melakukan studi akademis.

Ia berpendapat bahwa Konstitusi 1945, yang telah diamandemen empat kali, telah menyebabkan negara kehilangan arah dan menjadi tersesat, sementara ia menyerukan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

\”Bahkan Amien Rais, Ketua MPR ke-11, telah menyatakan penyesalan dan permintaan maaf karena telah mengamandemen Konstitusi pada periode 1999-2002,\” pungkasnya.

Jika semua partai politik sepakat untuk melakukan amandemen konstitusi, proses tersebut akan diinisiasi oleh anggota Parlemen 2024-2029 yang terpilih dalam pemilihan terakhir karena dibutuhkan setidaknya enam bulan, jelasnya.

Ketua MPR juga optimis bahwa parlemen yang akan datang akan mempercepat upaya untuk “memperbaiki” Konstitusi Indonesia dan mereformasi politik dan demokrasi negara sesuai dengan karakter nasional.

MEMBACA  Peringatan Pj Walkot Tangerang agar Jemaah Haji Tidak Membawa Alat Masak ke Tanah Suci

\”Oleh karena itu, saya menyesalkan bahwa M. Azhari telah menyebarkan hoaks sebagaimana yang didefinisikan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Saya harap dia, yang mewakili mahasiswa Muslim di Jakarta, menyadari kesalahannya,\” katanya.

Berita terkait: DPD perlu diperkuat tanpa mengamandemen Konstitusi: MPR
Berita terkait: Pemerintah akan menetapkan revisi Undang-Undang Cipta Kerja sebagai legislasi prioritas
Berita terkait: Pedoman kebijakan negara diatur melalui konvensi konstitusi: MPR

Translator: Melalusa Susthira, Nabil Ihsan
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2024