Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang dibahas DPR memuat ketentuan tentang dana abadi untuk korban perdagangan orang.
Dia menjelaskan, tujuan dana abadi ini adalah untuk memberikan kompensasi dan rehabilitasi dari negara kepada korban perdagangan orang.
“Dana abadi untuk korban bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau pemerintah provinsi,” kata Hiariej dalam diskusi publik memperingati Hari Dunia Melawan Perdagangan Orang, Kamis.
Menurutnya, kasus perdagangan orang melibatkan dimensi restitutio restitutae, yaitu pemulihan hak-hak korban, terutama melalui restitusi atau pembayaran ganti rugi finansial kepada korban.
Karena itu, pemulihan hak-hak tersebut harus dilakukan melalui pendekatan rehabilitasi dan restoratif.
Namun, dia menekankan bahwa konsep tindakan restoratif ini bukan untuk mendamaikan korban dan pelaku, karena perdagangan orang tidak boleh ditoleransi. Tujuannya adalah mengembalikan korban atau pelaku ke keadaan semula.
Dalam konteks keadilan restoratif, ada mekanisme restitusi dan kompensasi. Restitusi menjadi tanggung jawab pelaku perdagangan orang, sementara kompensasi adalah tanggung jawab negara.
Dia mencatat bahwa pelaku perdagangan orang atau kekerasan seksual tidak selalu memiliki aset yang cukup untuk disita sebagai restitusi.
Dalam kasus seperti itu, negara tidak boleh diam. Pemerintah wajib memberikan kompensasi kepada korban.
“Ada ketentuan kompensasi, yang juga diadopsi dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Sekarang, kami mengadopsinya dalam RKUHAP dengan menyediakan dana abadi untuk korban,” jelasnya.
Berita terkait: Pemerintah dan KPK bahas masalah RKUHAP
Berita terkait: RKUHAP harus lindungi perempuan berkonflik dengan hukum
Berita terkait: Komnas HAM tekankan hak asasi dalam revisi KUHAP
Penerjemah: Agatha, Kenzu
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025