Jaksa Tegaskan Mekanisme Berlapis dalam Keadilan Restoratif, Tanpa Ruang untuk Transaksional (Penulisan yang elegan dan jelas, memperkuat pesan tanpa redundansi.)

Minggu, 22 Juni 2025 – 06:20 WIB

Jakarta, VIVA – Kejaksaan memastikan keadilan restoratif atau restorative justice dilakukan dengan mekanisme ketat dan berlapis, guna mencegah potensi penyimpangan, termasuk praktik transaksional.

Baca Juga:
Pengakuan Korban Curanmor Ajukan Restoratif Justice Ditolak Polisi, Akhirnya Dibantu Jaksa

Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Suroto, menyatakan pihaknya memperkuat berkas dengan profiling untuk meminimalisir penyelewengan, agar mendapat gambaran utuh kondisi pelaku di masyarakat.

"Ketika syarat-syarat sudah terpenuhi, kami teliti lebih jauh kondisinya, masyarakatnya, kepribadian pelaku, dan perilakunya di masyarakat. Jadi tidak serta merta langsung diajukan RJ," ujar Suroto dalam keterangannya, Sabtu, 21 Juni 2025.

Baca Juga:
Menteri Hukum Yakin DIM RUU KUHAP Rampung Ditingkat Pemerintah Pekan Ini

Kejari Seluma Pertama Kalinya Terapkan Restorative Justice ke Pengguna Narkoba

Sementara itu, Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat UHLBEE Jampidsus, Agustinus Herimulyanto, mengatakan setiap usulan penyelesaian perkara melalui restorative justice dikaji selektif mulai dari Kejari, Kejati, hingga Jampidum dan Jaksa Agung.

Baca Juga:
Bos Sritex Iwan Kurniawan Bakal Dicecar Penyidik Kejagung Lagi Pekan Depan, Bagaimana Statusnya?

"Mekanisme RJ yang dilakukan Kejaksaan sangat selektif dan berjenjang. Kejari dan Kejati harus memaparkan ke Jampidum. Artinya, semua keputusan RJ langsung dikontrol Jampidum dan Jaksa Agung," jelasnya.

Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik kasus korban curanmor di Yogyakarta yang dialami Tegar, di mana permohonan RJ sempat ditolak polisi tapi akhirnya diterima Kejaksaan.

Restorative justice adalah program Kejaksaan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang diteken Jaksa Agung ST. Burhanuddin.

Aturan ini memungkinkan kasus pidana ringan tidak dilanjutkan jika memenuhi syarat, seperti pelaku pertama kali dan ancaman hukuman di bawah 5 tahun atau kerugian maksimal Rp2,5 juta.

MEMBACA  Luka Lebam Membalut Jenazah, Misteri Kematian Prada Hairul di Barak TNI

Halaman Selanjutnya