Ganjar-Mahfud Memperoleh Elektabilitas yang Meningkat, Berpotensi Lanjut ke Putaran Kedua Pilpres 2024

Memuat…

Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, mengalami peningkatan elektabilitas dan berpotensi untuk melaju ke putaran kedua Pilpres 2024. Hal ini berdasarkan hasil survei terbaru Charta Politika yang dilakukan pada 4-11 Januari 2024.

Dalam hasil survei tersebut, terlihat kenaikan elektabilitas Ganjar-Mahfud yang perlahan sejak Desember 2023. Peningkatan elektabilitas mereka sebesar 1,5%.

Sebelumnya, elektabilitas Ganjar-Mahfud berada pada angka 26,5%. Namun pada Januari 2024, elektabilitas mereka mencapai 28,0%.

“Elektabilitas Ganjar-Mahfud mengalami peningkatan sebesar 1,5% dibandingkan bulan Desember 2023. Hal ini memberikan peluang bagi pasangan calon nomor urut 3 untuk melaju ke putaran kedua,” kata Ketua Peneliti Charta Politika, Nahrudin, dalam keterangannya, Minggu (21/1/2023).

Sementara itu, survei Charta Politika juga mencatat adanya kenaikan dan penurunan elektabilitas pasangan calon lainnya pada Januari 2024. Pasangan Anies-Muhaimin (Amin) mencapai elektabilitas sebesar 26,7%.

Pasangan calon nomor urut 1 ini mengalami peningkatan elektabilitas selama periode Desember 2023-Januari 2024. Sedangkan pasangan Prabowo-Gibran saat ini masih memimpin dalam elektabilitas. Namun, elektabilitas Prabowo-Gibran mengalami penurunan sebesar 1,6%.

Pada Desember 2023, Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas tertinggi yaitu 43,8%. Namun pada Januari 2024, pasangan calon nomor urut 2 hanya mencapai elektabilitas sebesar 42,2%. “Peningkatan elektabilitas pasangan Amin dan Ganjar-Mahfud membuat keduanya terlihat seimbang. Hal ini terjadi karena penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran,” ungkap Nahrudin.

Survei Charta Politika dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 1.220 orang yang berusia 17 tahun ke atas dan menggunakan metode wawancara tatap muka. Penghitungan dilakukan melalui metode sampling multistage random sampling dengan margin of error 2,82%.

(abd)

MEMBACA  Mahkamah Agung meragukan dorongan negara-negara yang dipimpin oleh Partai Republik untuk mengatur platform media sosial sebagai 'perlindungan terhadap elit Silicon Valley'