Cukai Rokok Dinilai Lebih Menguntungkan Industri Ketimbang Rakyat

Konferensi pers berjudul “Membaca RAPBN 2026: Target Penerimaan Cukai Rokok untuk Rakyat atau Pemerintah?” di Jakarta. FOTO/dok.Sindonews

JAKARTA – Penerimaan negara dari cukai rokok yang masih jadi andalan di Rancangan APBN 2026 kembali dikritik. Para ahli bilang kebijakan ini lebih menguntungkan industri rokok daripada masyarakat, yang harus menanggung biaya sosial dan kesehatan akibat rokok.

Senior Advisor CHED ITBAD, Mukhaer Pakkanna, ngomong bahwa industri rokok malah memperkaya diri dengan eksploitasi kelompok rentan. “Surplus ekonomi keluarga miskin banyak dialihkan ke industri rokok. Mereka jadi kaya raya berkat kontribusi dari masyarakat miskin, petani, buruh, bahkan anak-anak yang jadi konsumen,” kata Mukhaer dalam konferensi pers itu pekan ini.

Dia nambahin, tantangan terbesar ngendaliin rokok di Indonesia bukan cuma ekonomi, tapi juga politik. “Industri rokok punya lobi politik yang kuat, sampe tingkat desa. Intervensi industri tembakau jadi hambatan utama dalam pengendalian tembakau,” ujarnya.

Halik Sidik, salah satu narasumber, soroti ketimpangan antara penerimaan dan biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah. “Biaya nangani penyakit karena rokok bisa capai Rp5,4 miliar per tahun, sementara pajak iklan rokok cuma sekitar Rp150 juta. Nggak rasional kalo penerimaan jauh lebih kecil dari biaya kerugian,” jelas Halik.

Menurut dia, beban BPJS Kesehatan juga terus naik karena klaim penyakit katastropik yang sebagian besar disebabkan rokok. “Empat penyakit dengan klaim terbesar itu jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke. Ironisnya, sebagian besar pasien dari kelas menengah-atas, sementara akses warga miskin ke BPJS masih rendah,” ujarnya.

Kepala Pusat Studi CHED ITBAD, Roosita Meilani Dewi, sebut fenomena ekonomi rokok di Indonesia sebagai “Serakahnomics”. “Industri rokok eksploitasi konsumen yang kecanduan dan mengunci masyarakat dalam pola konsumsi. Mereka sengaja targetin anak-anak, remaja, perempuan, dan kelompok miskin. Industri dapet untung besar, sementara biaya kesehatan dan sosial dibebankan ke masyarakat,” papar Roosita.

MEMBACA  Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa, Tegas Anggota DPR