Jumat, 12 September 2025 – 12:04 WIB
Jakarta, VIVA – Center of Economic and Law Studies (Celios) telah mengirimkan surat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta fatwa mengenai penghasilan atau honor yang diterima para menteri dan wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari perspektif hukum Islam.
Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 sudah melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, seperti komisaris atau direksi di perusahaan negara maupun swasta, atau pimpinan organisasi yang dananya dari APBN atau APBD.
Celios, dalam surat bernomor 72/CELIOS/IX/2025, ingin meminta fatwa ke MUI dengan menanyakan tiga poin penting ke Komisi Fatwa MUI: Apakah penghasilan itu dianggap halal, syubhat, atau haram menurut syariat Islam?
Bagaimana seharusnya pejabat negara bersikap agar sesuai dengan prinsip keadilan, amanah, dan transparansi dalam mengelola keuangan negara?
Permintaan fatwa ini bukan cuma soal legalitas, tapi juga mempertanyakan moralitas dan etika dalam pandangan agama. Kalau dari sisi hukum negara rangkap jabatan sudah dilarang, bagaimana dengan hukum agama?
Respons MUI
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyatakan MUI menyambut baik permintaan fatwa dari Center of Economic and Law Studies (Celios) terkait penghasilan menteri dan wakil menteri yang merangkap jadi komisaris di BUMN.
Kiai Cholil mengatakan, setiap permintaan fatwa dari masyarakat atau pihak yang disebut mustafti akan selalu ditindaklanjuti melalui mekanisme kajian mendalam di internal MUI.
"Ya terima kasih (Celios) sudah minta fatwa ke MUI. Setiap permintaan fatwa dari masyarakat akan dikaji dan akan diputuskan. Permintaan fatwa ini sangat bagus untuk memastikan setiap penghasilan yang didapat itu halal," kata Kiai Cholil seperti dikutip dari laman MUI, Jumat, 11 September 2025.
Kiai Cholil menyampaikan, surat permintaan fatwa dari CELIOS akan diteruskan ke Komisi Fatwa MUI. Kiai Cholil menjelaskan, Komisi Fatwa MUI punya kewenangan untuk mengkaji persoalan hukum Islam terkait praktik rangkap jabatan beserta penerimaan gaji atau honorarium dari jabatan ganda tersebut.
"Fatwa yang akan dikeluarkan nanti tidak hanya jadi panduan bagi pejabat negara yang bersangkutan. Tetapi juga berfungsi sebagai rambu moral bagi umat Islam secara umum dalam menjaga prinsip keadilan, transparansi, dan amanah dalam pengelolaan keuangan," tegasnya.
Halaman Selanjutnya
Kiai Cholil mengatakan, setiap permintaan fatwa dari masyarakat atau pihak yang disebut sebagai mustafti akan selalu ditindaklanjuti melalui mekanisme kajian mendalam di internal MUI.