"Berakhirkah Era Investasi Tanpa Syarat?" (Tata letak yang rapi dengan pemilihan font yang elegan dan spasi yang seimbang)

Jakarta, VIVA – Pemerintahan Taliban di Afghanistan baru-baru ini membatalkan kontrak besar senilai 540 juta dolar AS dengan perusahaan energi dari China, Xinjiang Central Asia Petroleum and Gas Co. (CAPEIC). Ini bukan cuma masalah sengketa kontrak, tapi juga menandai perubahan besar dalam kebijakan ekonomi Afghanistan yang sekarang mulai tinjau ulang kerja sama dengan investor asing—khususnya dari China.

Baca Juga:
China Ikut Memantau Gencatan Senjata Antara Iran-Israel

Menurut Zamin, kontrak ini sebelumnya ditandatangani pada Januari 2023 untuk eksplorasi minyak di Cekungan Amu Darya, wilayah utara Afghanistan. CAPEIC berjanji investasi awal 150 juta dolar AS untuk mengolah area seluas 4.500 km² yang diperkirakan punya cadangan minyak mentah 87 juta ton. Bagi Taliban yang butuh legitimasi internasional dan pemasukan, proyek ini awalnya terlihat menguntungkan.

Tapi harapan itu pupus. Juru bicara Kementerian Pertambangan Taliban, Hamaun Afghan, bilang CAPEIC sering langgar perjanjian dan tidak penuhi kewajiban. Rekomendasi pembatalan datang dari Wakil PM Ekonomi, Mullah Abdul Ghani Baradar, dan disetujui PM Mullah Hassan Akhund.

Baca Juga:
Duet Strategis Menuju Net Zero dan Solusi Strategis Masa Depan

Meski detil pelanggaran belum diumumkan, Taliban sekarang undang konsultan internasional untuk audit kontrak-kontrak mendatang. Ini langkah berani mengingat hubungan dekat Taliban dan China sejak 2021. China bahkan negara pertama yang terima duta besar Taliban dan kirim perwakilan ke Kabul.

Tapi keputusan ini tunjukkan bahwa bahkan pemerintah terisolasi seperti Taliban pun tak ragu tuntut tanggung jawab jika mitra asing ingkar janji. Tren serupa juga muncul di negara berkembang lain.

Gelombang Global Penolakan Kontrak China

Afghanistan ikuti jejak banyak negara yang ulas lagi proyek investasi China. Di Ghana, kontrak dengan Beijing Everyway Traffic and Lighting Tech dibatalkan karena hasil kerja buruk. Di Republik Demokratik Kongo, Presiden Felix Tshisekedi kritik perjanjian tambang 2008 dengan dua BUMN China yang dinilai hanya untungkan segelintir pihak, sementara rakyat tetap miskin.

MEMBACA  Duo Dinamis Zuckerberg dan Palmer Luckey Bersatu Kembali untuk Kontrak Kacamata Tempur Angkatan Darat

Di Kenya, pengadilan batalkan proyek kereta senilai 3,2 miliar dolar AS karena pelanggaran aturan. Ethiopia juga putus kerja sama dengan Poly-GCL yang gagal kembangkan proyek minyak di Cekungan Ogaden meski sudah diberi banyak kesempatan. Uganda pun hentikan proyek kereta dengan China Harbour Engineering Company (CHEC) setelah dana ditarik, lalu ganti mitra dengan perusahaan Turki.

Di Amerika Latin, dominasi China juga mulai ditentang. Panama sekarang hadapi gugatan hukum terkait konsesi perusahaan Hong Kong dalam pengelolaan pelabuhan di Terusan Panama.

Apa yang Salah dengan Investasi China?
Kritik utama adalah standar kerja rendah, kurang transparansi, dan kontrak yang lebih untungkan China. Pandemi COVID-19 perburuk situasi, bikin China tahan pendanaan sementara negara mitra kesulitan bayar utang.

Awalnya, banyak negara tertarik karena investasi China tidak mensyaratkan standar ketat seperti donor Barat. Tapi ternyata, pendekatan tanpa syarat ini justru sebabkan masalah jangka panjang, termasuk utang menumpuk dan proyek bermutu rendah.

Afghanistan dan Masa Depan Hubungan Ekonomi Global
Pembatalan kontrak Taliban dengan CAPEIC tanda bahwa bahkan pemerintah terbatas pun sekarang lebih berani tegas pada mitra asing. Pesannya jelas: status China sebagai investor besar tak lagi jamin toleransi terhadap pelanggaran kontrak.

China sekarang ditekan untuk perbaiki reputasi—tingkatkan kualitas proyek, buat kontrak lebih jelas, dan beri syarat lebih adil. Masa di mana investasi China diterima begitu saja mungkin sudah berakhir. Negara berkembang sekarang cari kemitraan lebih seimbang dan berkelanjutan.

Bagi Afghanistan, langkah ini bisa jadi awal pendekatan lebih strategis dalam kerja sama internasional—tidak cuma cari dana, tapi juga pertimbangkan keberlanjutan dan kedaulatan nasional.

Baca Juga:
IHSG Ditutup Naik 1,21 Persen, Ada Saham yang Terbang 890 Poin

MEMBACA  Prediksi Pertandingan LaLiga: Real Madrid vs Almeria

Halaman Selanjutnya: Republik Demokratik Kongo Kritik Perjanjian Tambang dengan China