Senin, 10 Juni 2024 – 10:43 WIB
Gaza – Seorang menteri di kabinet perang Israel mengundurkan diri dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pada Minggu, 9 Juni 2024. Mundurnya Benny Gantz meningkatkan tekanan domestik terhadap pemimpin Israel ketika perang berkecamuk di Gaza.
Baca Juga :
Terlalu Banyak Anak Tewas dalam Konflik, PBB Menambahkan Israel ke Daftar Hitam
Gantz, mantan jenderal dan menteri pertahanan Israel, mengumumkan pengunduran dirinya dari badan darurat tersebut setelah gagal mendapatkan rencana pasca perang untuk Gaza yang disetujui oleh Netanyahu, yang ia tuntut pada bulan Mei.
VIVA Militer: Menteri Pertahanan Israel, Letnan Jenderal Benny Gantz
Baca Juga :
Rudal yang Dijatuhkan di Pengungsian Gaza Mengungkap Keterlibatan India dalam Perang Genosida
Kepergiannya diperkirakan tidak akan menjatuhkan pemerintah, dan koalisi yang mencakup partai-partai keagamaan dan ultra-nasionalis. Namun, pengunduran diri Gantz menandai pukulan politik pertama bagi Netanyahu setelah delapan bulan perang melawan militan Hamas Palestina.
“Netanyahu menghalangi kita untuk mencapai kemenangan nyata. Itu sebabnya kami meninggalkan pemerintahan darurat hari ini dengan berat hati,” kata Gantz, dikutip dari Arab News, Senin, 10 Juni 2024.
Baca Juga :
Menteri AHY Serahkan Sertifikat Elektronik ke Pemilik Tanah di Jawa Barat
Perdana Menteri Israel menanggapinya dalam beberapa menit, dengan mengatakan, “Benny, ini bukan waktunya untuk meninggalkan pertempuran, ini adalah waktunya untuk bergabung.”
Sebelumnya, pada hari Sabtu, 8 Juni 2024, beberapa jam setelah pasukan Israel menyelamatkan empat sandera dari Gaza, Netanyahu mendesak Gantz untuk tidak mengundurkan diri.
Gantz, yang berusia 65 tahun, dipandang sebagai menteri favorit untuk membentuk koalisi jika pemerintahan Netanyahu digulingkan dan pemilihan umum dini diadakan.
Partai Persatuan Nasional yang berhaluan tengah yang dipimpinnya mengajukan rancangan undang-undang pekan lalu untuk membubarkan Knesset, parlemen Israel, dan mengadakan pemilihan umum dini.
Mantan panglima militer, salah satu saingan utama Netanyahu sebelum bergabung dengan kabinet perang, telah berulang kali meminta Israel untuk mencapai kesepakatan senjata guna menjamin pembebasan semua sandera dan menjadikannya sebagai “prioritas.”
Sejak gencatan senjata selama seminggu pada bulan November, yang mengakibatkan pembebasan sejumlah sandera, Israel gagal mencapai kesepakatan lebih lanjut dan terus melancarkan kampanye militer sengitnya di Gaza.
“Jelas Israel tidak menjadikannya prioritas, jadi itu adalah terobosan besar pertama ketika Gantz mengindikasikan bahwa dia akan pergi,” kata analis politik Mairav Zonszein.
Meskipun pemerintahan Netanyahu tidak berada dalam ancaman kehancuran, kepergian Gantz membuat mereka kehilangan satu-satunya elemen moderat, yang ada dalam keseluruhan koalisi, katanya.
“Netanyahu hanya akan bergantung pada menteri-menteri sayap kanan, dan belum terlihat peran apa yang akan mereka mainkan.”
Salah satunya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, yang langsung meminta masuk kabinet perang menggantikan Gantz.
VIVA Militer: Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir
Netanyahu juga mendapat tekanan yang semakin besar dari sekutu koalisi sayap kanan, yang mengancam akan mundur dari pemerintahan jika ia meneruskan kesepakatan pembebasan sandera yang digariskan oleh Presiden AS Joe Biden bulan lalu.
Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich bersikeras bahwa pemerintah tidak boleh membuat kesepakatan apa pun dan melanjutkan perang sampai tujuan akhir menghancurkan Hamas tercapai.
Koalisi ini berkuasa dengan perolehan mayoritas suara tipis yaitu 64 dari 120 kursi di parlemen Israel dan bergantung pada suara sayap kanan.
Halaman Selanjutnya
Gantz, yang berusia 65 tahun, dipandang sebagai menteri favorit untuk membentuk koalisi jika pemerintahan Netanyahu digulingkan dan pemilihan umum dini diadakan.