Ambang batas presiden dihapus untuk demokrasi yang lebih baik: MPR

Deputi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menyatakan dukungannya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus ambang batas calon presiden dan wakil presiden guna meningkatkan kualitas demokrasi.

Selain sejalan dengan aspirasi masyarakat luas, keputusan untuk menghilangkan ambang batas tersebut juga sesuai dengan Konstitusi 1945, katanya.

Dengan demikian, hal tersebut telah menimbulkan harapan akan adanya pemilihan presiden yang lebih demokratis dengan calon presiden dan wakil presiden yang berkualitas, tambahnya.

“Meskipun terlambat, keputusan penting ini tetap diapresiasi, sehingga di masa depan tidak akan ada lagi perpecahan di antara masyarakat akibat jumlah calon presiden/wakil presiden yang sangat terbatas akibat ambang batas 20 persen,” ujarnya dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat.

Keputusan MK untuk menghapus ambang batas, tambahnya, juga akan membuka lebih banyak peluang bagi masyarakat untuk diusulkan sebagai calon presiden/wakil presiden, seperti yang terjadi sebelumnya dalam pemilihan 2014 dan 2019.

“Jadi, pemilihan presiden dapat memiliki kualitas yang lebih baik dan kedaulatan rakyat dapat dimaksimalkan karena ada lebih banyak pilihan dalam pemilihan presiden di Indonesia,” jelasnya.

Dia mencatat kekhawatiran MK terkait keputusan tersebut, yang mengarah pada pengadilan memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusi dengan merevisi Undang-Undang Pemilu.

Selain untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan hasil pemilihan, Wahid mengatakan bahwa ia berharap MK untuk tetap mempertahankan ketentuan Konstitusi dengan secara konsisten merevisi keputusan lainnya yang terkait.

Salah satu contohnya adalah keputusan MK terkait ambang batas nominasi kepala daerah yang sedang berlangsung, tambahnya. Dalam keputusan terbarunya tentang pemilihan kepala daerah, pengadilan masih menetapkan bahwa harus ada ambang batas nominasi, meskipun jauh di bawah 20 persen, tegasnya.

MEMBACA  Mengalami Perbedaan Latihan Petarung UFC Indonesia Jeka Saragih

“Jika Mahkamah Konstitusi telah menghapus ambang batas 20 persen untuk pemilihan presiden, apalagi untuk pemilihan kepala daerah, ketentuan ambang batas juga harus dihapuskan, bukan hanya dikurangi, sesuai dengan ketentuan Konstitusi yang tidak mengakui pembatasan seperti itu, dan juga sesuai dengan harapan masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa MK juga harus mempertimbangkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keputusan terkait pemilihan legislatif dan presiden secara bersamaan, yang awalnya diberlakukan pada tahun 2019.

Permasalahannya adalah: dalam Pasal 6A, ayat (1) Konstitusi serta ketentuan lainnya, tidak ada ketentuan eksplisit yang menyatakan bahwa pemilihan legislatif dan presiden harus dilakukan secara bersamaan.

Oleh karena itu, Wahid mengusulkan bahwa hal-hal ini juga harus menjadi pokok pembahasan di DPR, sesuai dengan mandat MK, untuk melaksanakan rekayasa konstitusi.