Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjamin investor global bahwa fondasi ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global.
Hal ini tercermin dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2024, yang tercatat sebesar 4,95 persen. Menurut menteri, pencapaian ini lebih baik dibanding beberapa negara lain, seperti Singapura, sebesar 4,1 persen; Arab Saudi, 2,8 persen; dan Meksiko, 1,5 persen.
“Pertama-tama, Indonesia telah berhasil tumbuh dalam kisaran lima persen dalam satu dekade terakhir. Hanya beberapa negara seperti Indonesia yang mampu mengendalikan inflasi di bawah dua persen. Menurut pendapat saya, rasio utang terhadap GDP kita juga sangat rendah, sekitar 40 persen,” ungkap Airlangga dalam sebuah pernyataan pada Minggu (1 Desember).
Tingkat pengangguran pada Agustus 2024 juga turun menjadi 4,91 persen dibandingkan dengan 5,32 persen pada periode yang sama tahun 2023.
Selain itu, angkatan kerja bertambah sebanyak 4,7 juta individu, meningkat dari 139,9 juta pada Agustus 2023 menjadi 144,6 juta pada Agustus 2024. Dari total tersebut, 42,05 persen adalah pekerja formal, sedangkan 57,95 persen bekerja dalam pekerjaan informal.
Presiden Prabowo Subianto juga telah mengumumkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen pada tahun depan, yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi negara.
“Menurut pendapat saya, menjaga kelas menengah di Indonesia sangat penting karena tujuan kita adalah menjadi negara berpendapatan menengah atas. Kita ingin mempercepat pembangunan sehingga dalam waktu 10 tahun, kita dapat mencapai pendapatan per kapita di atas US$12 ribu,” jelasnya.
Ia juga menyoroti tingkat pendapatan per kapita yang cukup tinggi di beberapa provinsi di Indonesia saat ini, seperti US$22 ribu di Jakarta dan US$17 ribu di Kalimantan Timur dan beberapa provinsi di Pulau Sumatera.
Pemerintah pun berupaya untuk menjadi lebih merata. Tidak ada disparitas (dalam pendapatan) antara satu wilayah dan lainnya. Oleh karena itu, salah satu cara adalah dengan membangun Indonesia berdasarkan Indonesia-centric sehingga pusat gravitasi berpindah dari Pulau Jawa ke Indonesia bagian Timur, dan pemerintah telah membangun 22 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk tujuan tersebut.
Menteri menyoroti keterlibatan Indonesia yang kuat dalam berbagai forum ekonomi multilateral selama 10 tahun terakhir. Ia menyebut peran penting Indonesia sebagai inisiator Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang melibatkan China, dan mencatat upaya kolaboratif negara dengan Amerika Serikat dalam menginisiasi Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik untuk Kemakmuran (IPEF).
Indonesia juga sedang dalam proses untuk bergabung menjadi anggota OECD dan BRICS.
Menurut menteri, tujuan penandatanganan berbagai perjanjian multilateral adalah untuk membuka pasar perdagangan baru, meningkatkan dan menyelaraskan standar perdagangan dan keuangan, serta menarik investasi lebih lanjut untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
“Karena target investasi kita tahun ini sekitar Rp1.900 triliun, dan saya rasa tahun depan kita akan membutuhkan lebih dari Rp2.100 triliun dalam investasi, sehingga kita membutuhkan lebih banyak ‘teman’ dan investor,” tambahnya.
Minat investor global untuk datang ke Indonesia tidak hanya didorong oleh potensi besar pasar ekspor atau daya tarik pasar domestik yang memiliki daya beli konsumen yang kuat, tetapi mereka juga harus dapat mempercayai penerapan hukum di Indonesia dan mengetahui bahwa Indonesia mematuhi nilai-nilai global mengenai lingkungan, praktik bisnis, transparansi, dan tidak adanya korupsi.
“Jika Anda ingin berkembang, maka berkembanglah bersama Indonesia,” demikian Airlangga menyimpulkan.