Akademisi membuat kompos dari limbah pisang dan teratai untuk mencegah gulma

Seorang dosen dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya telah mengembangkan pita mulsa organik dari limbah pisang, eceng gondok, dan daun paitan atau Crotalaria sp yang dapat mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi tingkat evaporasi permukaan tanah.

“Mulsa pita organik adalah teknologi yang menggantikan mulsa plastik, yang dianggap tidak ramah lingkungan, karena tidak dapat terurai dengan baik,” Dr. Rita Parmawati menginformasikan di Surabaya, Jawa Timur, pada hari Kamis.

Kerugian penggunaan mulsa plastik adalah pertumbuhan dan hasil tanaman yang berkurang, serangan hama yang meningkat, kontaminasi mikroplastik yang lebih besar, genangan air, kerusakan struktur tanah, serta penurunan aktivitas mikroorganisme tanah.

Menurut dosen tersebut, teknologi baru ini akan diterapkan saat musim tanam kedua mendekati di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki pasokan limbah pisang yang melimpah.

“Oleh karena itu, kami memanfaatkan eceng gondok dan daun paitan bersama-sama untuk dihancurkan, dipotong, dan dibentuk menjadi lembaran berukuran 25 sentimeter,” katanya.

Fungsinya, jelasnya, adalah untuk menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi tingkat evaporasi hingga 40 persen. Ketika terkena sinar matahari, pita mulsa organik akan terurai menjadi pupuk, tambahnya.

Saat ini, proses penerapan pita mulsa sedang dilakukan dalam skala laboratorium dan berada pada tahap sosialisasi dengan Bupati Kabupaten Malaka dan beberapa kelompok petani serta kepala dinas di Kabupaten Malaka.

Kabupaten Malaka telah dipilih sebagai lokasi penerapan teknologi pita mulsa organik karena, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan pertanian rendah.

Produktivitas padi di daerah tersebut mengalami penurunan dalam periode 2020 hingga 2022 karena masalah pasokan benih padi dan masalah pertanian lainnya yang melibatkan gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi, antara lain.

MEMBACA  Bandara Ngurah Rai Bali kembali beroperasi setelah libur Nyepi.

“Kami akan pergi ke Malaka pada akhir Juli (2024). Untuk proses pembuatan pita mulsa untuk 10 hektar lahan, kami bekerja sama dengan pabrik mesin PT Widjaya Teknik Indonesia (Witech),” katanya.

Untuk memastikan keberlanjutan teknologi, masyarakat setempat akan mendapatkan bantuan dalam membuat pita mulsa organik, mulai dari pengenalan bahan, pemotongan, pembuatan bubur pita, dan pengeringan, hingga pengepresan.

Berita terkait: Kalimantan, Papua memegang masa depan pertanian Indonesia: Menteri Hasan
Berita terkait: Jokowi tekankan proses dinamis untuk swasembada pangan Indonesia
Berita terkait: Bendungan membantu mendukung ketahanan pangan, energi: Wakil Presiden

Translator: Astrid Faidlatul Habibah/Yashinta Difa P
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024