Senin, 22 Desember 2025 – 00:13 WIB
Bandung, VIVA – Badan Geologi melaporkan bahwa beberapa kota besar di Pulau Jawa mengalami penurunan tanah dengan kecepatan lebih dari lima sentimeter per tahun. Bahkan, hal ini tidak hanya terjadi di daerah pesisir, tapi juga di dataran tinggi seperti Bandung.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, Agus Cahyono Adi, mengatakan bahwa Kota Bandung dan kawasan Bandung Raya mengalami penurunan tanah lebih dari lima sentimeter per tahun disebabkan oleh berbagai faktor.
Menurut Agus, faktornya termasuk industri yang masif, kondisi tanah lunak dan sedimen muda, urbanisasi besar-besaran, beban bangunan, serta pengambilan air tanah yang berlebihan.
“Penurunan tanah ini multifaktor. Wilayah Bandung kan terbentuk dari danau purba, jadi endapan sedimennya relatif lebih labil dibanding daerah yang terbentuk dari bekuan lava yang lebih kuat,” jelasnya.
Agus menambahkan, tidak semua faktor penyebab penurunan tanah bisa diatasi, khususnya yang berkaitan dengan kondisi geologi. Namun, ada faktor yang dapat diminimalisir, yaitu dengan menghentikan penggunaan air tanah.
“Faktor alam tidak bisa dikendalikan. Yang bisa dikendalikan adalah mengurangi pemakaian air tanah,” ujarnya.
Selain Bandung, daerah lain yang juga mengalami penurunan tanah lebih dari lima sentimeter per tahun adalah Jakarta Utara, Semarang (daerah Genuk, Tanjung Mas, dan Kaligawe), Sayung di Demak, pesisir Pekalongan, serta bagian timur dan utara Surabaya.
Plt. Kepala Badan Geologi, Lana Saria, menyatakan bahwa penyebab utama penurunan tanah adalah kondisi geologi seperti sedimen muda dan tanah lunak. Faktor ini diperparah oleh eksploitasi air tanah berlebihan, beban bangunan, dan urbanisasi masif.
Jika dikombinasikan dengan kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global, penurunan tanah berpotensi menimbulkan banjir dan rob secara permanen. Dampak lainnya mencakup kerusakan infrastruktur dan bangunan, penurunan kualitas hidup, serta masalah kesehatan dan sanitasi.
“Serta kerugian ekonomi akibat meningkatnya biaya perbaikan bangunan dan infrastruktur di daerah terdampak serta hilangnya wilayah daratan,” kata Lana.